Kalimat Agung Sedayu itu disampaikan dengan nada rendah tanpa tekanan sama sekali. Tetapi di telinga Pandan Wangi, ucapan yang mengandung setidaknya dua makna itu seolah melemparkannya ke masa lalu ketika ia mengenal seorang gembala yang bernama Gupita.
Saat-saat dimana ia selalu menyandang dua pedang tipis di pinggangnya dan ketika tangannya dipegang serta ditarik oleh gembala itu, berlarian meloncati pematang sawah untuk menghindari kejaran seorang tokoh sakti yang bernama Ki Peda Sura.
Tanpa disadari ada desiran halus didadanya, tetapi dengan cepat Pandan Wangi segera menindas kenangan lama yang kadang membangkitkan perasaan tidak menentu itu.
Apalagi saat ini ada beberapa orang yang berkumpul di bilik dan bahkan suaminya sedang terbaring dengan keadaan tak berdaya.
Setelah menata perasaannya, segera Pandan Wangi bertanya.
“ Apa maksudmu kakang? Apa yang harus aku lakukan dengan rambutku? “
Agung Sedayu tidak langsung menjawab pertanyaan Pandan Wangi melainkan menarik kembali gulungan kain celana Swandaru sehingga lutut yang kehitam-hitaman itu tertutup oleh celana Swandaru.
Setelah itu baru Agung Sedayu menatap Swandaru dan Pandan Wangi secara bergantian.
“ Adi Swandaru dan juga Pandan Wangi, sebagaimana aku yakini Glugut Pring Wulung ini masuk ke lutut dengan cara aneh atau kalau ingin lebih mudah kita sebut saja melalui ilmu teluh. Aku tidak mengenal apalagi menguasai ilmu semacam ini sehingga sebenarnya akupun tidak tahu secara pasti cara pengobatannya “
Agung Sedayu berhenti sejenak, baru kemudian ia melanjutkan.
“ Tetapi dengan bersandar pada pertolongan dari Yang Maha Agung, maka aku yakin bahwa apapun usaha yang kita lakukan akan sangat mempunyai arti. Aku ingat dulu Guru pernah berkisah bahwa pengaruh-pengaruh gelap di alam ini bisa di kurangi bahkan di netralkan menggunakan air garam. Garam wungkul mempunyai sifat alami yang mampu menyerap sesuatu yang bersifat buruk, sehingga ketika sudah selesai digunakan maka air garam ini nanti harus di buang atau dipendam dalam tanah “
Semua yang ada di ruangan itu memilih diam dan menunggu perkataan Agung Sedayu lebih lanjut.
Sejauh ini Agung Sedayu belum menjawab pertanyaan Pandan Wangi.
“ Saat masih kanak-kanak, aku sering melihat kakang Untara berlatih di halaman belakang yang disudut batas halaman banyak ditumbuhi pohon bambu atau yang disebut pring ori. Juga di halaman belakang paman Widura ada banyak bergerombol pring apus. Saat itu aku tidak ikut kakang Untara berlatih dan lebih memilih bermain sendiri serta berlarian di sekitar rerimbunan sehingga aku sangat sering terkena glugut ditanganku. Ada rasa panas, gatal dan sedikit nyeri yang mengganggu. Tetapi aku ingat waktu itu Ayah Sadewa maupun paman Widura sama sekali tidak kuatir dan hanya menyuruhku untuk mengusap-usapkan tangan yang terkena glugut itu di rambutku. Demikian berulang-ulang sehingga tidak berapa lama rasa panas dan gatal itu lenyap”
Kini semua yang mendengar perkataan Agung Sedayu itu mengangguk-angguk. Nampaknya mereka mulai mengerti arah penyembuhan yang direncanakan oleh Agung Sedayu.
Pandan Wangi yang tadinya menunggu kalimat Agung Sedayu dengan sedikit ketegangan kini mulai bernafas lega. Adalah sangat mudah baginya jika hanya untuk sekedar mengusap-usapkan rambut panjangnya ke lutut suaminya yang sedang menderita sehingga pengaruh glugut pring wulung itu bisa segera hilang.
“ Akan tetapi sesungguhnya tidak sesederhana itu Wangi “, - kalimat susulan dari Agung Sedayu itu membuat wajah yang tadinya lega kembali tegang dan bertanya-tanya.
Agung Sedayu sadar bahwa ia tidak boleh membuat mereka yang hadir di ruangan ini bertanya-tanya terlalu lama. Dengan hati-hati ia melanjutkan kalimatnya.
“ Begini Wangi, Glugut Pring Wulung ini dikirim melalui ilmu hitam. Di dalamnya sudah ditanamkan kekuatan-kekuatan dan kuasa gelap sehingga tidak mungkin bisa kita punahkan dengan cara biasa atau dengan hanya mengusap-usapkannya ke rambut,” – Agung Sedayu berhenti sejenak,” – Diperlukan sebuah perlakuan khusus dimana rambut yang diusapkan ke lutut itu haruslah dari seseorang yang mempunyai hubungan teramat dekat dengan adi Swandaru dalam hal ini kau sebagai istrinya. Bukan oleh Ayah Demang atau Sekar Mirah yang meskipun mempunyai hubungan dekat, tetapi kurasa tidak akan cocok. Sekali lagi yang teramat dekat dan dalam hal ini kau sebagai istri adi Swandaru. Lebih jauh, orang itu harus mempunyai kekuatan jiwani yang kuat agar pengaruh itu justru tidak berpindah “
“ Karena itu Wangi, jika tidak keberatan kau harus menjalani laku pengobatan ini dengan selalu berpuasa di siang hari. Saat tengah malam tiba, maka rendamlah kedua lutut adi Swandaru dengan air garam wungkul. Selanjutnya keringkahlah dan usaplah dengan ujung rambutmu secara merata. Ingat hanya dengan ujung rambutmu Wangi “
“ Setelah masuk waktu fajar, maka kau harus memotong ujung rambutmu yang telah kau pakai mengusap-usap lutut adi Swandaru dan campurlah dengan air rendaman garam itu. Selanjutnya pendamlah semuanya ke dalam tanah. Ingat Wangi, kau harus memotong rambutmu yang sudah kau pakai untuk mengusap-usap lutut adi Swandaru! Jangan sampai lupa memotong karena kalau tidak aku kuatir pengaruh itu akan berpindah dan menyerangmu “, - suara Agung Sedayu terdengar bersungguh-sungguh.
Udara ruangan yang sudah panas kini terasa lebih panas. Semua orang agaknya mencoba menahan nafasnya untuk bisa mendengar perkataan Agung Sedayu lebih lanjut.
“ Hal itu harus kau lakukan secara terus menerus hingga warna hitam di lutut adi Swandaru menghilang. Aku perkirakan kau memerlukan waktu sedikitnya sepekan “, - terdengar Agung Sedayu menarik nafas berat,” – dan dalam sepekan itu mungkin kau akan kehilangan mahkota rambutmu Wangi “.
Ruangan yang panas itu kini begitu hening, yang terdengar hanyalah desahan nafas yang tidak teratur terutama nafas Swandaru.
“ Wangi! “ ada keluhan halus yang terucap tanpa sadar.
Salam,
No comments:
Post a Comment