BALADA SWANDARU GENI
Sebuah Perjalanan
Babak-10
Sebuah Perjalanan
Babak-10
Pandan Wangi yang mendengar teriakan Agung Sedayu itu tidak menjawab, tetapi ia berusaha untuk bisa lebih memusatkan perhatiannya sesuai petunjuk itu.
Tiba-tiba saja tubuh Pandan Wangi seperti terlontar kebelakang begitu saja, tanpa berbicara ia kemudian meletakkan kedua pedang tipisnya ke tanah. Sesungguhnya ia merasa akan lebih leluasa untuk mencoba ilmu yang baru diperolehnya itu menggunakan kedua tangannya saja.
Agung Sedayu yang melihat apa yang dilakukan Pandan Wangi itu tidak melarang, ia sadar bahwa dalam tahap awal penerapan ilmu yang baru dikuasainya ini, tentu lebih mudah bagi Pandan Wangi jika tanpa senjata.
Dilihatnya tubuh Pandan Wangi berdiri tegak dengan kaki sedikit merenggang, tangannya menyilang di dada dan sejenak kemudian ia membuat gerakan-gerakan kecil yang diulang-ulang. Pada akhir gerak ulangan, kedua tangan itu berhenti di kedua sisi pinggangnya dengan bentuk mengepal yang menghadap keatas. Pada saat yang bersamaan kedua kaki Pandan Wangi melangkah maju dengan gerak cenderung melingkar, kaki kanan dan kiri bergerak bergantian maju.
Semua gerakan itu dilakukan dengan cepat sebelum kemudian tubuh Pandan Wangi bergerak meluncur melakukan serangan ke tubuh Agung Sedayu. Gerakan kali ini tak ubahnya gerakan bayangan hitam yang dilontarkan oleh kekuatan yang besar, jauh lebih cepat dibanding gerakan-gerakan yang dilakukan sebelumnya.
Meskipun sudah menduga, tetapi Agung Sedayu cukup terperanjat dengan kecepatan gerak yang diperlihatkan Pandan Wangi kali ini. Dengan sedikit menggerakkan kaki dan tubuhnya, ia sudah bisa terhindar dari garis serangan itu.
Tetapi kali ini Pandan Wangi tidak berhenti, kakinya mampu melontarkan tubuhnya untuk bergerak dengan gesit mengejar posisi lawan sambil melancarkan serangan, atau terlontar menjauh untuk menghindari serangan. Kecepatan geraknya kini berlipat ganda dari yang sebelumnya sehingga ia bagaikan bayangan hitam yang beterbangan mengitari lawannya.
Swandaru dan Sekar Mirah sejak awal terheran-heran melihat peningkatan gerak Pandan Wangi, kaki Pandan Wangi seolah mempunyai kekuatan yang berlipat sehingga mampu melontarkan tubuhnya sedemikian jauh dan cepat. Kini rasa heran itu justru membuncah menjadi kekaguman ketika melihat tandang Pandan Wangi berikutnya.
Gerak selanjutnya terlihat lebih rumit, Pandan Wangi kini tidak hanya memanfaatkan gerak kakinya. Tangannya terlihat melakukan gerakan cepat yang sukar diduga, kadang turun naik tetapi dalam sekejab berputaran sambil melakukan gerakan menusuk atau menebas seolah sebuah pedang. Memang gerakan yang ditunjukkan Pandan Wangi adalah gerak jurus ilmu pedangnya, sementara kecepatan yang meningkat itu diperolehnya dari laku yang dijalaninya beberapa saat yang lalu yang menjadi alas dalam tiap gerakan.
Dengan pengerahan tenaga dan memusatkan perhatian pada lawan, maka gerakan Pandan Wangi merupakan sebuah serangan yang semakin lama semakin membahayakan lawannya. Kecepatan geraknya seolah meningkat belasan kali lipat dari yang sewajarnya sehingga tubuh dan terutama tangan yang sedang melakukan serangan itu bagaikan bayangan hitam yang melayang-layang mengitari lawannya.
Beberapa kali tangan Pandan Wangi berhasil mengenai tubuh Agung Sedayu yang kadang terlambat menghindar. Bahkan pada sebuah kesempatan, Agung Sedayu terpaksa memapaki telapak tangan Pandan Wangi sehingga terjadi benturan yang cukup keras yang mengakibatkan Pandan Wangi terdorong keras kebelakang. Tetapi dengan kesadaran barunya, maka begitu kakinya menyentuh tanah dan hampir terjatuh, tiba-tiba kaki itu melakukan jejakan cepat dan tubuhnya melenting tinggi dan jauh kebelakang untuk kemudian berdiri dengan sikap sempurna.
Agung Sedayu sempat tertegun melihat kegesitan perempuan yang pernah menarik hatinya itu. Ia tadi memang sengaja memapaki tangan Pandan Wangi untuk menjajaki tenaganya, dan kini ia berkeputusan untuk memunculkan semua yang terpendam dalam diri istri adik seperguruannya itu. Selain melapisi tubuhnya dengan ilmu kebalnya, kini Agung Sedayu semakin meningkatkan pula kecepatan geraknya.
“Wangi, bangkitkan tanaga cadanganmu sebagai alas gerakmu. Tidak usah menahan diri agar kita tahu apa yang menjadi kekuranganmu saat ini,” - suara Agung Sedayu kembali terdengar memecah udara malam.
Belum sempat Pandan Wangi menjawab, tiba-tiba saja tubuh Agung Sedayu meluncur cepat bagai bayangan hantu dengan telapak tangan yang terbuka dan mendorong tubuhnya ke samping.
Pandan Wangi benar-benar tidak sempat menghindar dan karena itu tubuhnya terdorong bahkan hampir saja terhempas jatuh.
Dengan susah payah Pandan Wangi masih mampu melenting dan mengambil jarak untuk kemudian mempersiapkan diri lebih lanjut.
Dengan susah payah Pandan Wangi masih mampu melenting dan mengambil jarak untuk kemudian mempersiapkan diri lebih lanjut.
Segera dibangkitkannya tenaga cadangan yang terhimpun dalam dirinya dan sebagai lambaran setiap geraknya.
Kini ia melayang gesit melakukan serangan balasan ke arah Agung Sedayu dengan tangan yang naik turun dan berputar-putar melakukan gerak jurus pedangnya. Gerakan tangan yang dilambari tenaga cadangan itu menimbulkan suara mendesing seolah membelah udara yang pampat disekitarnya. Angin serangannya sudah mulai terasa dikulit Agung Sedayu sekalipun tangan itu masih jauh dari kulit tubuhnya. Agaknya Pandan Wangi mulai mengetrapkan kelebihannya yang mampu melukai lawan dari jarak beberapa depa.
Hanya saja serangan itu seperti tidak dirasakan oleh Agung Sedayu yang sudah melapisi tubuhnya dengan ilmu kebalnya. Bahkan pada gerak berikutnya Agung Sedayu yang sengaja memancing kemampuan Pandan Wangi itu beberapa kali masih menyentuh dan mendorong tubuh Pandan Wangi seberapapun Pandan Wangi melindungi tubuhnya ataupun menghindar.
Hal ini membuat Pandan Wangi penasaran sehingga ia memutuskan untuk bekerja lebih keras lagi. Hatinya tiba-tiba saja tertantang untuk bisa menangkap atau paling tidak sekedar menyentuh tubuh Agung Sedayu yang bergerak seperti bayangan hantu itu. Maka dikerahkannya seluruh kemampuan yang ada dalam dirinya dan kemudian tersalur lewat gerak tubuhnya.
Yang terjadi kemudian membuat Swandaru dan Sekar Mirah menampakkan wajah tegang. Dua bayangan seolah saling berputaran dan saling berkejaran dengan begitu cepatnya. Tetapi mereka masih bisa melihat bahwa bayangan yang sedikit lebih tebal yang tidak lain adalah Agung Sedayu itu cenderung menghindar sementara bayangan yang lebih kecil terus mengejar dan melakukan penyerangan terus menerus.
Agung Sedayu sengaja menggiring Pandan Wangi untuk bergerak memenuhi seluruh area lapangan agar memperoleh ruang gerak yang luas, mulai dari tengah hingga ke pinggir. Saat di pinggir lapangan itulah, terdengar suara berderak keras beberapa kali ketika garis serangan Pandan Wangi yang mampu dihindari Agung Sedayu menyentuh beberapa pohon dan semak belukar di sekitar lapangan.
Pohon itu berderak roboh sementara semak belukar menjadi bosah-baseh seolah dirusak oleh prahara. Sebuah akibat yang membuat mulut ternganga hanya karena terkena garis serangan Pandan Wangi, tanpa ia sempat menyentuhnya.
Pandan Wangi sempat tertegun, tetapi dilihatnya Agung Sedayu terus bergerak memancingnya agar tidak berhenti sehingga iapun berusaha untuk tidak menghiraukan hasil samping dari pukulannya itu.
Kembali dikerahkannya seluruh kemampuannya hingga kepuncak dan dikejarnya laki-laki yang ia kagumi itu dengan sepenuh tenaga. Kakinya kembali melontarkan tubuhnya dengan gesit sementara tangannya bergerak naik turun melontarkan pukulan bertubi-tubi dan susul menyusul. Keringat bercucuran mulai dari tubuh hingga wajah Pandan Wangi yang terus bergerak itu.
Demikianlah pertarungan itu berlangsung terus seolah tiada akan berhenti.
Ketika malam sudah hampir melewati puncaknya, saat itulah mata Swandaru dan Sekar Mirah yang tajam bisa melihat meski dalam kegelapan malam. Bayangan Pandan Wangi yang bergerak itu seolah meninggalkan bayangan yang rangkap pada tiap geraknya khususnya pada kedua tangannya yang bergerak tiada henti. Kecepatan gerak tangan yang dilambari tenaga cadangan itu dimata orang yang melihatnya seolah jumlahnya berlipat menjadi puluhan bahkan ratusan. Bergerak terus menerus seolah merupakan ratusan bahkan ribuan rangkaian tangan yang dengan rapat mengurung lawannya.
Agaknya lawan yang menghadapinya pasti akan kebingungan untuk memastikan tangan manakah yang saat ini sedang bergerak dan mengancam tubuhnya.
“ Ah…itulah Aji Asta Sewu,” – tanpa sadar keduanya memekik.
Salam,
No comments:
Post a Comment