“ Aku kira memang ini Glugut Pring Wulung “, - Ki Widura menjawab meskipun dengan sedikit ragu,” – memang gejala yang muncul masih belum nampak, tetapi jika dibiarkan maka akan segera muncul rasa panas dan gatal di sekitarnya. Hanya orang-orang tertentu saja yang mampu mengirimkan teluh dengan sarana glugut ini “
Ki Widura tiba-tiba seperti tersadar dan segera menghentikan ucapannya. Dilihatnya, wajah Swandaru menjadi lebih pucat ketika mendengar ucapannya.
Agung Sedayu menarik nafas dalam-dalam, tetapi ia tidak menyalahkan pamannya. Ia kini justru berharap bahwa jika Swandaru yang mengetahui keadaan apa adanya, maka timbul semangatnya untuk berjuang demi sebuah kesembuhan.
“ Adi Swandaru “, - kata Agung Sedayu dengan suara pelan,” – Jangan berkecil hati, kita pasti bisa memulihkan kakimu kembali seperti sedia kala meskipun mungkin perlu waktu. Ingatlah bahwa Guru mengajarkan kita agar selalu memohon pertolongan kepada Yang Maha Agung, dengan itu maka apapun masalah akan bisa teratasi. Jika kau berbesar hati, maka kesembuhanmu akan lebih cepat. Bersikaplah tegar agar istrimu dan semua keluarga disini tidak lebih panik “
Perkataan Agung Sedayu yang diucapkan dengan suara pelan itu ternyata mampu menenangkan pikiran dan gejolak hati Swandaru. Dalam keadaan lemah tanpa daya seperti ini, ia seolah melihat sosok gurunya hadir dalam sikap dan perkataannya melalui kakak seperguruannya itu.
Terlebih ketika disadarinya bahwa Agung Sedayu berhak dan pantas mengatakan hal itu. Kakak seperguruannya itu mempunyai kemampuan yang menjulang tak tergapai, disamping sikap hidupnya yang lurus meskipun kadang diliputi keraguan. Dalam setiap kesulitan yang ia alami, Agung Sedayu selalu hadir untuk memberi pertolongan.
Swandaru menarik nafas dalam-dalam, ia berusaha menenangkan pikirannya.
“ Aku telah berbuat banyak kesalahan dan dosa. Kalau memang ini adalah peringatan atau bahkan hukuman dari Yang Maha Agung, sudah seharusnya aku bisa menerima dan pasrah. Selama ini aku tenggelam dalam kebutaan akan kelebihan orang lain. Aku menempatkan kanuragan sebagai satu-satunya hal yang pantas diandalkan dan memandang sebelah mata bidang lain”.
“ Aku telah banyak melupakan dan mengabaikan nasehat guru. Seandainya guru masih ada, ia pasti sangat kecewa dengan apa yang telah kulakukan “, - Swandaru tenggelam dalam angan-angannya,” - Sudah selayaknya kini aku mendengar dan menuruti nasehat kakang Agung Sedayu yang memang pantas menggantikan guru. Adalah sangat tidak pantas jika aku masih berpikiran untuk suatu ketika dapat melampau kakang Sedayu. Akan lebih bermanfaat jika tenaga dan pikiranku aku curahkan untuk kebaikan diri dan keluargaku, terutama untuk Pandan Wangi yang telah begitu sering kusakiti “
Ketika Swandaru tenggelam dalam angan-angannya, Agung Sedayu berunding dengan Ki Widura untuk mencari cara pengobatan atas derita kaki yang di alami Swandaru.
Tidak lama kemudian, Agung Sedayu keluar dari bilik dan meminta semua yang menunggu diluar untuk masuk kembali ke dalam bilik Swandaru.
Pandan Wangi, Sekar Mirah dan Ki Demang memang sudah tidak sabar untuk mengetahui keadaan Swandaru lebih lanjut. Dengan hati berdebar-debar mereka melihat betapa keadaan Swandaru masih lemah meskipun wajah itu berusaha tenang.
Semua yang ada dalam bilik itu pandangannya tertuju pada kedua lutut Swandaru yang menghitam.
“ Bagaimana keadaanmu kakang “, tanya Pandan Wangi dengan suara kuatir.
Swandaru mencoba tersenyum, pertanyaan Pandan Wangi yang bernada kuatir itu seolah menambah rasa bersalahnya semakin besar. Tetapi ia berusaha tersenyum sambil menjawab.
“ Aku tidak apa-apa Wangi, hanya lututku memang terasa sedikit hangat dan gatal “
Kini semua mata dan telinga seolah-olah berpindah kepada Agung Sedayu. Agaknya semua sepakat untuk menyerahkan masalah ini kepada Agung Sedayu.
Murid tertua Kiai Gringsing itu menyadari bahwa semua orang kini menunggu perkataannya. Dengan hati-hati ia kemudian berkata.
“ Ayah Demang dan semuanya, kita wajib bersyukur bahwa adi Swandaru masih sehat dan selamat. Tadinya aku berpikir bahwa masih ada sisa-sisa serangan dari ajian sejenis Tunda Bantala yang bersarang di tubuhnya. Tetapi yang kami temukan kemudian adalah adanya kiriman teluh menggunakan sarana Glugut Pring Wulung, yang ternyata telah bersarang di kedua lutut adi Swandaru. Agaknya ini adalah serangan pertama kali yang menyebabkan adi Swandaru tersungkur dari lincak bambu itu “
Wajah semua yang hadir di ruangan itu terlihat semakin tegang.
“ Lalu apa yang harus kita lakukan kakang? “, - Sekar Mirah tidak bisa menahan dirinya untuk bertanya.
Agung Sedayu melihat wajah istrinya itu penuh kekuatiran, demikian pula dengan Pandan Wangi dan Ki Demang Sangkal Putung.
“ Tenanglah Mirah “, - katanya Agung Sedayu sareh, - ” ketika ada penyakit, maka Yang Maha Agung juga pasti menyediakan obatnya. Aku telah berunding dengan paman Widura, dan mudah-mudahan apa yang akan kita usahakan nanti adalah hal yang tepat serta di kabulkan oleh Yang Maha Agung “
Swandaru yang mendengar perkataan kakak seperguruannya itu mengerutkan keningnya. Ia sadar bahwa agaknya ia tadi tenggelam dalam angan-angan tentang dirinya sehingga tidak mendengar apa yang diperbincangkan oleh Agung Sedayu dan Ki Widura. Tetapi ia memilih diam saja.
“ Baiklah “, - Agung Sedayu melanjutkan perkataannya -,” Dalam keadaan biasa, ketika tangan kita kemasukan atau ketlusupan glugut maka itu bukanlah hal yang berbahaya. Kita bisa mencabut atau mengeluarkan glugut itu secara langsung, atau jika glugut itu tidak kelihatan, kita punya cara agar akibat yang muncul yaitu rasa gatal-gatal atau panasnya hilang. Nah, kita akan melakukan hal yang kurang lebih sama, meskipun dengan sedikit tambahan laku. Dalam hal ini aku akan minta tolong agar Pandan Wangi bersedia berkorban”
Pandan Wangi yang namanya disebut terlihat sedikit gelagapan.
“ Apa yang harus aku lakukan kakang? “, - tanyanya cepat.
“ Wangi, aku tidak bisa meninggalkan kuwajiban di Menoreh untuk waktu yang lama, sehingga beberapa hari ke depan aku dan Sekar Mirah harus kembali “, - Agung Sedayu berhenti sebentar,” – tetapi aku yakin kau mampu mendampingi adi Swandaru hingga sembuh. Aku minta tiap lewat tengah malam hingga menjelang dini hari, kedua lutut adi Swandaru di rendam dengan air hangat yang sudah di campur dengan garam wungkul “
Pandan Wangi yang mendengar perkataan Agung Sedayu itu menarik nafas lega.
“ Ah, tentu saja aku akan bisa melakukannya kakang “, jawabnya cepat.
“ Tetapi ada satu hal lagi yang benar-benar memerlukan pengorbananmu Wangi “, suara Agung Sedayu terdengar pelan.
Semua yang mendengar perkataan Agung Sedayu itu kembali menjadi tegang.
“ Apakah itu kakang? “
“ Rambutmu Wangi! “
Salam,
No comments:
Post a Comment