Friday, June 2, 2017

JEJAK YANG TERPILIH - Day-2

#NulisRandom2017
SERIAL : JEJAK YANG TERPILIH
Partnership
Day-2

“Soalnya Stella dan Ray itu sama sekali gak memberi kontribusi mas. Dia gak disiplin dan lebih banyak alasan sehingga kerjaan dan tugas sering terlambat bahkan terbengkelai. Robby malah sudah gak bisa diharapkan, semester depan ia mau pindah kampus ke Sydney. Sementara Dita yang menjadi ketua, meskipun dia pintar tetapi kerjaannya lebih sering marah-marah dan malah dia sekarang mau bikin bisnis baru dengan teman yang lain!”
Lukita mengeluarkan uneg-uneg-nya sambil mulutnya dipenuhi suapan nasi bebek yang bercampur dengan sambal pencit pedas. Ada butiran peluh di dahinya yang menunjukkan betapa ia sangat menikmati hidangan yang di belikan Bian.
“Terus, adik sendiri?”
“Aku lho disiplin mas. Bahkan beberapa tugas dan pekerjaan yang seharusnya porsi-nya Stella atau Ray aku kadang yang menyelesaikan. Cuman…aku gak bisa jadi Barista”, - suara Lukita tiba-tiba saja merendah.
Sesaat Lukita menyeruput teh hangat-nya sebelum kemudian melanjutkan curhat-nya.
“Mas, Barista apa harus cowok sih?”
“Mostly…tapi gak harus”, - jawab Bian singkat.
Suasana sore itu sejenak menjadi hening, sementara dari kejauhan telinga Bian masih menangkap suara mendengung yang menandakan tukang yang memperbaiki rumah tetangga sebelah masih bekerja dan sedang memotong keramik.
Lukita yang sudah menyelesaikan suapan terakhirnya melangkah ke dapur untuk mencuci piring dan tangannya.
“Mas, apa sebaiknya aku juga bikin bisnis baru sendiri ya?”,- sambil duduk di sofa ruang tengah suara Lukita terdengar lirih.
Bian memandang adik kandungnya itu dengan setengah mencibir.
“Emang sudah kepikiran mau bisnis apa?”, - tanya Bian.
“Belum sih, maka-nya bantuin mikir”
Bian mengecilkan volume televisi yang sedang memberitakan kebrutalan sebuah geng-motor di Jakarta sehingga polisi harus berjibaku untuk menangkapnya.
“Begini Luk, kamu kan sudah kenyang jadi dengerin pendapat-ku dengan hati bening”
“Emang kalau lapar hatiku keruh?”, - kini mulut Lukita ganti mencibir.
“Bukan begitu, kalau tak amati sejak awal, pemilihan kelompokmu itu sudah bermasalah. Ketika bergabung untuk set-up sebuah bisnis, maka para member seharusnya sudah saling mengenal sifat dan karakter masing-masing partner-nya. Ini penting untuk meyakinkan kita bahwa masing-masing bisa dipercaya untuk diberi sebuah tanggung-jawab. Lhahh…ini siapa yang menentukan partner?”
“Ya…milih sendiri sih meskipun sebenarnya kita juga belum terlalu kenal wong baru berkumpul satu semester”, - Lukita berhenti sejenak - ,” Tetapi memang gak banyak pilihan karena harus yang sekelas. Ini nanti akan jadi penilaian mata kuliah E-2 pada tiap kelompok dan individu. Sementara ada juga semacam target atas omset yang harus dicapai. Lha koq sekarang malah mau bubar, lha terus nanti nilai-ku bagaimana”
Wajah Lukita kembali diliputi mendung, agaknya gurih nasi bebek yang menempel di lidahnya sudah mulai hilang sehingga kegalauan kembali mendominasi hati dan perasaannya.
Melihat wajah Lukita yang sayu itu Bian jadi ikut tercenung.
Kuliah jaman sekarang sungguh tidak mudah, selain penguasaan atas materi akademik, pada saat yang sama dituntut untuk bisa bekerjasama dan bahkan membangun sebuah ‘start-up biz’ yang omsetnya di lombakan dengan partner yang belum terlalu dikenalnya. Ini sebenarnya adalah sebuah terobosan pendidikan untuk menciptakan ribuan pengusaha baru dan lapangan pekerjaan bahkan sebelum mahasiswa itu lulus.
Memang beban mahasiswa terasa lebih berat, tetapi dengan sistem pembelajaran yang tepat dan didukung perangat teknologi terkini, Bian melihat bahwa Lukita sebenarnya masih bisa menikmati hari-hari sibuknya itu.
“Eh…Luk, lalu kenapa kalian kemarin pilih bisnis kopi?”, - suara Bian terdengar mengandung rasa penasaran.

Salam,

No comments:

BSG - BAB.V - AUP - Babak-16

BALADA SWANDARU GENI Bab V: Ajaran Untuk Pulang Babak – 16 Sebenarnyalah, malam hari itu menjadi sebuah malam yang tidak terlup...