Tuesday, June 6, 2017

SERIAL - JEJAK YANG TERPILIH - Day-7

#NulisRandom2017
SERIAL - JEJAK YANG TERPILIH
Mualaf?
Day-7

Dalam perjalanan pulang seusai berbuka puasa di rumah Sinta dan keluarganya, Bian begitu bersemangat menilai menu-menu yang tadi di sajikan.
“Wah, gak nyangka ya Luk, masakan mamanya Sinta ternyata wueenakk tenan. Atau jangan-jangan itu masakan Sinta juga ya? Yang Semur lidah itu lho Luk, mak nyuss”
Mulut Lukita terlihat mencibir.
”Kalau cinta sudah melekat, tai kucing berasa coklat!”
Dari belakang kemudi tangan kiri Bian mengucek-ucek kepala dan rambut adiknya itu.
”Beneran ini, kamu tadi paling suka menu yang mana?”
“Es!”
“Kenapa?”
“Duiingiiin!”
Bian tertawa lepas, adiknya ini memang terkadang menjengkelkan tetapi ia tidak pernah bisa marah kepadanya dan bahkan sering tertawa karenanya.
“Luk, menurut kamu aku cocok gak sama Sinta”, - suara Bian berubah serius.
“Emang mas Bian sudah pernah nembak mbak Sinta?”
“Belum sih”
Lukita tersenyum sambil menoleh ke arah Bian yang sedang mengemudi. Ia tahu persis kakaknya itu terkadang diliputi keraguan mengingat keluarga Sinta yang jauh lebih kaya di banding mereka.
“Mas, secara fisik mbak Sinta orangnya cantik, putih, tubuhnya molek, ramah, pintar dan kuliahnya di Farmasi. Mas Bian juga lumayan ganteng meskipun gak banget-banget, tapi kan mas Bian jago berkelahi, jago Parkour dan yang pasti baik-hati, ramah, rajin, hemat dan suka menabung. Cocok-lah!”
“Luk, yang kamu katakana itu syarat untuk masuk Pramuka!”, - suara Bian terdengar dongkol.
Lukita tertawa tergelak.
“Cocoklah mas! Mas Bian ragu karena mbak Sinta dari keluarga kaya raya ya?”
Bian terdiam tidak menjawab pertanyaan adiknya.
“Mas, kan Papa pernah mengajarkan kepada kita untuk tidak silau karena harta. Lagian kita masih muda dan kita juga punya kesempatan yang besar untuk nanti menjadi kaya, memang perlu waktu sih. Pokoknya aku akan cari order lebih banyak supaya mas Bian bisnisnya ramai, cuman mas Bian sebaiknya nambah orang supaya pekerjaannya bisa lebih cepat”
Suasana di dalam mobil itu sejenak menjadi hening. Bian meminggirkan mobilnya untuk kemudian turun dan membeli Nasi Soto yang dipisah untuk nanti menu sahur. Beberapa hari ini Bian memang ingin makan yang berkuah.
Ketika berjalan kaki kembali menuju kendaraan, Hp Bian berbunyi lirih dan di layar terlihat nama Andy Ho yang sedang menelpon. Sambil mengemudi kembali ke rumah Bian mengangkat panggilan telpon itu. Dari seberang terdengar suara Andy yang agaknya juga sedang di jalan karena ada latar suara berisik dibelakangnya. Bian sengaja memencet tombol ‘loudspeaker’, sehingga Lukita yang duduk di sebelahnya juga ikut mendengar pembicaraan itu.
“Halo An..”
“Bian, sorry ganggu. Kapan ya kamu ada waktu luang?”
“Well, anytime sih…”
“Ini bukan tentang pekerjaan sih, yang itu aku ngikut schedule-mu aja Bian. Cuman aku ingin tanya-tanya tentang agama Islam”
“Oh, kenapa Bro?”
“Sebenarnya sudah hampir dua bulan ini aku mempelajari agama Islam, atau lebih tepatnya mengamati. Nah, menurut Ridho kamu termasuk yang khusuk dan baik dalam menjalankan agama-mu. Aku kepingin kita berdiskusi dan banyak hal yang ingin aku ketahui sebelum nantinya bertanya ke ustadz atau ulama yang lebih berkompeten”
Bian dan Lukita saling berpandangan.
“Siap, kapan kamu luang kontak aku saja An. Basically, aku lebih banyak di kantor jadi kamu bisa datang kapan saja, mungkin kita bisa berdiskusi di sela-sela pekerjaanku”
“Oh, sipp…besok saya kontak Bi. Salam buat Lukita ya…”
“Malam Ko Andy…”,- Lukita langsung menyahut cepat.
“Hai Luk, malam…sampai besok ya”
Sambungan telepon terputus sementara Bian dan Lukita kembali saling berpandangan.
“Hayoh ko’on mas, selain konsultan arsitek, mas Bian sebaiknya juga buka konsultasi agama”,- Lukita tidak bisa menahan tawanya.
Bian terlihat menggaruk-garuk kepalanya seperti kebiasaanya.
Salam,

No comments:

BSG - BAB.V - AUP - Babak-16

BALADA SWANDARU GENI Bab V: Ajaran Untuk Pulang Babak – 16 Sebenarnyalah, malam hari itu menjadi sebuah malam yang tidak terlup...