Tuesday, June 6, 2017

SERIAL - JEJAK YANG TERPILIH - Day-5

#NulisRandom2017
SERIAL - JEJAK YANG TERPILIH
Rejeki Anak Sholih
Day-5

“Koq lama seh mas?”, - suara Lukita terdengar sedikit protes.
“Husss…, semua tergantung imam se Luk. Sholat Tarawih di masjid itu berjamaah, bukan sendiri-sendiri. Hari ini yang jadi Imam Ustadz Abdurrahman Anas, bacaannya ciamik banget Luk, serasa lagi sholat di Arab sono”, - Bian menjawab rengekan adiknya dengan santai.
“Halah…kayak yang sudah pernah haji saja”, - terlihat Lukita mencibir.
Bian hanya tertawa.
Tidak lama Bian dan Lukita sudah melaju di atas jalan raya dan mengarahkan Honda Jazz-nya menuju pinggiran timur kota Surabaya. Suasana di Café terlihat cukup ramai, beberapa mobil berderet dengan rapi dan beruntung mereka masih bisa memperoleh tempat parkir meski di pinggir.
Di meja sebelah kiri menempel dengan dinding, Ridho terlihat melambaikan tangannya kepada mereka berdua. Di sebelah Ridho ada seorang pemuda berkulit putih dan berambut kemerahan lumayan panjang yang belum mereka kenal. Hidungnya terlihat mancung, sementara kedua matanya meskipun sipit tetapi seolah berkilat-kilat. Wajahnya terlihat cerah dan senantiasa di hiasi senyuman, sekilas mirip dengan artis Taiwan Jerry Yan atau yang dikenal sebagai Dao Ming Si.
“Eh bro, kenalkan ini temen lamaku, Andy Ho”, - bergantian Ridho memperkenalkan pemuda itu.
Segera mereka bergabung dan memesan Pizza dan minuman yang menjadi favorit setiap kali datang ke Café ini.
Pembicaraan mereka mengalir sambil sesekali di iringi tawa panjang ketika merasa ada hal-hal yang lucu.
“Bian, sebenarnya Ridho sudah cerita sedikit tentang pekerjaanmu. Bisa gak aku lihat porto-folio dan beberapa proyek yang sudah kamu garap”, - suara Andy tiba-tiba terdengar agak serius.
“Bisa dong An”, - lalu sambil menoleh ke adiknya Bian berkata - ,”Lukita ini selain adikku juga sebagai marketing-ku An. Web dan porto-folio usaha-ku kebanyakan Lukita yang update dan photo-photo proyek juga tersimpan di tablet dia. Coba Luk, tunjukkan ke Andy”
“Siap boss”, - Lukita menyambut perkataan Bian dengan sigap sambil membuka tabletnya - ,” Ada beberapa kategori yang kita kerjakan Ko. Ada kategori Resindence, Office & Perhotelan, Factory atau Warehouse. Nah, kalau Ko Andy kasih tahu rencana mau bangun apa, nanti aku bisa bantu perlihatkan model dan kategori yang sesuai”
Andy terlihat sedikit termangu-mangu, sehingga Ridho berusaha membantu menjawabnya.
“Luk, Andy ini seniman dan sejak kecil ia hanya tahu tentang musik, gak banyak tahu tentang arsitektur. Ia bermaksud membangun studio musik, betul ya bro?”
Andy mengangguk sambil tersenyum.
“Sebenarnya selain studio musik yang terdiri dari beberapa kamar untuk pembelajaran, aku ingin menggabungkannya dengan membuka toko yang menjual alat-alat musik serta sound-system. Sementara di lantai atas, selain Perpustakaan aku ingin ada Hall yang cukup luas untuk pertunjukkan atau bisa disewakan untuk hajatan pernikahan atau lainnya”
“Ohh…”
Hampir berbareng Bian dan Lukita tertawa bersama sambil saling pandang.
“Eh, kenapa”, - kini Ridho dan Andy yang keheranan.
“Bukan apa-apa”, - sahut Lukita cepat - ,” Entah ini kebetulan atau memang sudah menjadi rejeki mas Bian. Sejujurnya kita belum pernah menggarap proyek studio musik, tetapi sekitar dua bulan yang lalu, aku paksa mas Bian untuk design studio musik dengan konsep persis seperti yang barusan Ko Andy katakan. Bahkan kita sudah sempat survey tentang bahan peredam suara untuk dinding kamar studio dan lainnya. Koq kayaknya aku ini paranormal yaa…Nah, sekarang Ko Andy lihat ini”
Dengan cekatan tangan mungil Lukita segera membuka dan menggeser-geser screen tablet untuk menunjukkan gambar design yang sudah di buat Bian. Setiap kali Lukita menambahkan beberapa keterangan lebih detail yang membuat Andy mengangguk-angguk.
“Ini hasil renderan Ko, bukan foto. Tetapi jika dikerjakan hasilnya bisa sekitar 90-95% sesuai gambar ini”, - ujar Lukita memberi pemahaman.
“Kenapa gak bisa 100% persis?”,- tanya Andy.
“Agak sulit An”, - Bian yang menjawab -,”Sebagai contoh gambar 1, nah ini adalah suasana pagi dengan matahari sebagai sumber pencahayaan. Kita tahu, matahari itu senantiasa bergeser sehingga gambar yang kita dapat tidak selamanya persis. Tetapi kalau tentang perabot dan aksesoris ruangan tentu saja bisa sesuai rancangan. Hanya saja jenis dan model lampu optional karena kadang di pasar tidak selalu tersedia”
Sambil menikmati Pizza dan minuman yang mereka pesan, pembicaraan itu masih berlanjut hingga larut malam.
Keyakinan Bian menjadi semakin tebal ketika melihat betapa Lukita mampu membuat Andy tertarik dengan konsep atau masukan-masukan yang di ajukan Lukita.
“Sebenarnya Lukita lebih cocok sebagai tenaga Sales atau Marketing seperti ini. Ia tidak ada beban dan dapat menjalaninya dengan lepas, sementara jika harus mengelola bisnis sendiri, bawah sadarnya akan terbebani dan langkahnya menjadi tersendat”, - diam-diam Bian membuat penilaian atas adiknya itu.
“By the way…Ko Andy lebih suka warna musik apa?”, - tanya Lukita.
“Paling suka klasik sih”, - jawab Andy.
“Mozart atau Ludwig van Beethoven?”
“Both are the best!”
Entah mengapa Bian melihat mata Lukita seolah bersinar yang menunjukkan ketertarikan yang berlebihan atas lawan bicaranya. Tetapi Bian berusaha menahan diri untuk tidak terlibat jauh dalam pembicaraan selanjutnya selain tentang arsitektur.
Hati Bian tiba-tiba dipenuhi rasa kuatir.
Salam,

No comments:

BSG - BAB.V - AUP - Babak-16

BALADA SWANDARU GENI Bab V: Ajaran Untuk Pulang Babak – 16 Sebenarnyalah, malam hari itu menjadi sebuah malam yang tidak terlup...