#NulisRandom2017
SERIAL : JEJAK YANG TERPILIH
Personal Branding
Day-3
“Hmm…..sebenarnya gak ada alasan khusus sih mas. Cuman
sekarang yang namanya bisnis kopi kan lagi booming. Mulai yang kelas café
hingga warung kopi pinggir jalan terlihat selalu ramai. Modalnya gak gede,
hanya ditambahkan wifi gitu aja orang bisa bergerombol datang dan nongkrong
hingga ber-jam-jam”
Bian terlihat mengerinyitkan dahinya.
“Lho, tapi bisnis kamu sendiri pakai booth dan hanya
menyediakan kursi plastik di ruang terbuka. Memang ada wifi-nya?”
“Gak ada”
“So?”
Lukita terihat menarik nafas dalam-dalam.
“Awalnya kita yakin bahwa kopi buatan kita itu enak, bahkan
gak kalah sama yang di café-cafe itu. Makanya dengan harga yang sedikit lebih
murah kita berharap bisa ramai. Kita tampilkan booth yang ‘eye-catching’ dan
bersih, apalagi disitu kita tunjukkan cara meracik dan kadang bercerita tentang
asal-usul atau filosofi kopi. Eh, ramainya hanya sekitar dua minggu pertama
saja, habis itu sepi”
Bian mulai bisa memahami alur pikiran adiknya.
“Luk, aku ini cuman arsitek yang baru mulai membangun
kepercayaan dari client, aku belum pernah punya pengalaman dalam real-bisnis
seperti yang sekarang kamu mulai. Tapi dari buku-buku yang aku baca, aku yakin
bahwa bisnis – khususnya kuliner – tidak
hanya mengandalkan harga lebih murah, rasa lebih enak, gurih atau cocok di-lidah
konsumen. Kamu sendiri pernah bilang bahwa Nasi Bebek itu jauh lebih enak dan
lebih murah dibandingkan McDonald atau KFC, tapi kenapa restoran fast-food itu
selalu lebih ramai dan cabangnya ada dimana-mana? Ada faktor lain yang menjadi
nilai tambah dan kemudian melekat dibenak konsumen agar mereka ingin kembali
sesering mungkin, itulah yang disebut Branding”
“Itu aku juga tahu mas, tapi kan ini kita baru mulai!”, -
tukas Lukita dengan nada mulai naik.
“Dengar dulu, aku tahu membangun branding tidak mudah dan
memerlukan waktu yang panjang bahkan teramat panjang. Karena itu kenapa kalian
tidak ambil ‘franchise’ saja dari beberapa perusahaan yang brandingnya sudah
baik di pasaran?”
“Lhah…mas ini memang
gak ngerti”, - suara Lukita kini benar-benar meninggi - ,” Gak boleh
mas, mata kuliah E-2 ini adalah agar mahasiswa ‘create his/her own biz’ –
dosennya akan tahu kalau kita ambil franchise dari perusahaan yang sudah ada.
Gak mau aku!”
Bian terlihat menggaruk-garuk kepalanya yang sebenarnya
tidak terlalu gatal.
“ Koq sulit ya, bahkan belum tentu dosennya bisa melakukan
‘start-up biz’ ini jika terlalu banyak aturan dan syarat yang diterapkan”, -
otak Bian berputar menganalisa seputar bisnis adiknya ini.
Sementara Lukita mengganti chanel TV ke saluran music.
Terdengar mengalun lembut lagu lawas yang disuarakan oleh Simon &
Garfunkel.
----------------
I’d rather be a
sparrow than a snail
Yes I would
If I could
I surely would
I’d rather be a hammer
than a nail
---------------
“Wahh, aku tahu dik!”, - tiba-tiba saja Bian terlonjak.
“Tahu apa?”, - wajah Lukita nampak keheranan.
“Kamu dengar lagu itu Luk…cermati liriknya, intinya ini
memang tentang pilihan. Jika memungkinkan kita tentu lebih suka menjadi burung daripada
siput, kita tentu lebih memilih menjadi palu daripada menjadi paku.
Pertanyaannya adalah bagaimana agar itu semua memungkinkan? Kembali kepada kita
sendiri, tentang pilihan kita, tentang keseriusan kita, tentang keuletan kita
dan tentang sikap kita untuk membangun hubungan baik dengan teman dan
lingkungan alias network kita? Perjuangan dan konsistensi kita hari ini akan
menentukan terwujudnya pilihan kita…Yes I would, If I could, I surely would”
Bian mengakhiri kalimat panjangnya dengan bersenandung menirukan lirik lagu.
“Hmm…..bagus sih, tapi gak terlalu nyambung mas!”, - bibir
Lukita terlihat mencibir.
“Lhoo…ko’on iku yak opo se Luk? Ini tentang bisnis dan mata
kuliah yang dalam hal ini ternyata sulit
dipisah. Juga tentang diri sendiri dan kelompokmu atau orang lain. Nah,
bagaimana kalau sementara bisnismu sedang bermasalah, kamu fokuskan usahamu
untuk perbaikan diri sendiri, penguatan kelompok dan memberi arah bisnis yang
lebih jelas. Tunjukkan bahwa kamu serius, mau belajar dan mampu bekerjasama
tanpa mengeluh, helpful and always pay attention to others”
“Itu namanya personal branding mas!”, - tukas Lukita.
“Tuh…tahu!”
“Hmm…..”
“Luk, percaya aku, kalau teman-temanmu hari ini belum atau
tidak melihat kebaikan dalam dirimu, maka orang lain atau mudah-mudahan dosenmu
akan melihatnya. Kita memang tidak boleh riya’… tetapi kebaikan senantiasa
meninggalkan jejak”, - Bian terpaksa menghentikan perkataannya ketika
dilihatnya Lukita berjalan hendak masuk ke kamarnya.
“Mas”, - terdengar suara Lukita dengan nada setengah
mengejek - ,”Personal branding ini jurus baru mas Bian untuk mendekati mbak
Sinta ya? Koq masih gak mempan?”
Lukita buru-buru masuk ke dalam kamar ketika sebuah bantal
sofa berwarna biru melayang ke arahnya.
Salam,
No comments:
Post a Comment