Monday, June 19, 2017

JEJAK YANG TERPILIH - Day-20

#NulisRandom2017
JEJAK YANG TERPILIH
Om Dony – Sang Intel
Day-20


Malam sudah menunjukkan pukul 21.48, Bian dan Lukita memutuskan untuk pulang. Mereka berjalan beriringan menuju lokasi parkir dimana hanya tinggal beberapa mobil yang masih berjejer. Meskipun saat ini musim panas, tetapi ketika angin berhembus agak kencang di halaman terbuka itu, mereka masih bisa merasakan sedikit kesejukan yang mengusap kulit.

Tetapi langkah Bian tiba-tiba terhenti dan tangan kiri-nya dengan gerak reflek memegang lengan Lukita seolah memberi isyarat agar adiknya itu menghentikan langkahnya. Bian merasa aneh dengan keadaan tempat parkir yang sepi dan tukang parkirnya bahkan tidak nampak. Disaat yang hampir bersamaan, telinganya menangkap adanya suara-suara ribut dan bahkan bunyi bentakan yang susul menyusul.

Suara itu memang hanya lamat-lamat yang menunjukkan bahwa jarak sumber suara itu masih agak jauh dari tempat Bian dan Lukita berdiri. Hal itu membuat Bian kemudian berlari cepat ke pinggir jalan utama sambil menggandeng tangan adiknya. Rasa ingin tahu Bian ternyata membuatnya melangkah mendekati sumber suara itu meskipun di saat yang sama ia juga memikirkan keselamatan adiknya sehingga ia gandeng tangan Lukita erat-erat.

Berjarak tiga rumah dari café tempat mereka baru saja makan, ada sebuah mini-market yang buka 24 jam dan biasanya ramai pengunjung yang keluar masuk untuk membeli barang-barang kebutuhan rumah tangga. Di depan dan di samping mini-market itulah suara-suara itu muncul yang bersumber dari adanya dua lingkaran perkelahian yang terjadi dengan sengitnya.

Di lingkaran pertama, seorang pria dengan kumis tebal dan badan yang tegap nampak sedang di keroyok oleh tiga orang. Gerak pria berkumis ini nampak mantab dan mengandalkan tenaga-nya yang besar, ia tidak ragu untuk menangkis atau membenturkan anggota tubuhnya menahan keroyokan lawan. Tetapi menghadapi keroyokan tiga orang yang menyerangnya dari tiga penjuru membuat pria berkumis tebal itu mulai kerepotan. Beberapa kali tubuhnya terlempar ke belakang atau ke samping ketika serangan pengeroyoknya itu membadai dari segala arah dan tak sempat di tangkisnya.


Wajah pria berkumis itu bahkan nampak berdarah akibat sebuah hentakan tangan yang kuat mendarat di wajahnya. Dari bibirnya sudah meleleh darah segar.

Sementara di lingkaran ke-dua, seorang bertubuh jangkung dengan rambut panjang yang terurai hingga ke bahunya sedang menghadapi keroyokan tiga lawannya. Pria jangkung berambut panjang itu mempunyai hidung yang melengkung bagaikan burung betet, sementara matanya tajam bak burung elang. Jangkauan tangan dan kakinya terlihat lebih panjang dan ini sedikit menguntungkan dalam menghadapi keroyokan tiga lawannya.

Meskipun terdesak karena menghadapi tiga orang lawan, tetapi kondisi pria jangkung ini masih lebih baik dibandingkan pria berkumis tebal dan berbadan tegap di lingkaran perkelahian pertama.

“Om Dony”, - tanpa sadar Bian dan Lukita berdesis secara bersamaan.

Mereka berdua cukup mengenal pria jangkung berambut panjang itu sebagai tetangga Tante Werdine.

Tetapi yang membuat Bian dan Lukita kemudian juga terkejut adalah para pengeroyok dari dua lingkaran perkelahian tersebut. Tiga diantaranya adalah orang yang ada di café dan merupakan teman dari Rudy yang baru saja di beri pelajaran oleh Bian.

Dua orang yang cukup umur atau berumur sekitar 35-36 tahun sedang mengeroyok Om Dony alias pria bertubuh jangkung dan bermata elang dengan hidung melengkung seperti hidung burung betet. Sementara seorang pemuda seumuran dengan Rudy nampak sedang bergabung dan mengeroyok pria berkumis tebal di lingkaran pertama.

Tanpa sadar Bian maupun Lukita justru melangkah lebih dekat.

Saat itulah mereka baru menyadari adanya dua sosok tubuh yang terbaring di atas aspal. Sosok pertama terbaring diam sama sekali tidak bergerak, sementara disebelahnya berjarak sekitar satu setengah meter adalah sosok kedua yang terbaring dengan suara merintih kesakitan.


Yang membuat Bian dan Lukita lebih terperanjat lagi adalah kenyataan bahwa sosok yang terbaring dan diam tak bergerak itu ternyata mengenakan kaos biru. Ia tertelungkup diatas aspal sehingga wajahnya tidak kelihatan, tetapi dari potongan rambut, bentuk tubuh dan pakaian yang dikenakan, Bian dan Lukita dengan cepat segera mengenalinya.

“Rudy!”

Tanpa sadar mereka berdua saling berpandangan.

Dalam keadaan seperti ini pikiran Bian segera berputar cepat.
“Om Dony adalah anggota kepolisian yang sering menyamar, sementara Rudy dan teman-temannya ini pastilah para pengedar narkoba. Tetapi kenapa om Dony melakukan penangkapan kalau ternyata sekarang malah ia di keroyok?”

Tanpa berpikir panjang, Bian segera mengambil keputusan.

“Luk, tolong kamu minggir dulu”, - Bian membisiki adiknya - ,”Aku akan membantu om Dony. Tolong kamu awasi keadaan, siapa tahu masih ada kawan-kawan mereka yang terlibat”

Lukita yang mendengar bisikan kakaknya itu segera mengangguk dan berdiri di pinggir jalan agak menjauh.

Sementara Bian langsung melontarkan tubuhnya dan masuk ke dalam lingkaran kedua dimana om Dony sedang melayani tiga orang lawannya.

“Om Dony, aku minta ijin gabung”, - teriak Bian sambil melakukan serangan ke salah seorang dari tiga pengeroyok itu.



Kaki Bian menyambar lurus melakukan tendangan gejlig ke dada. Lawannya yang terkejut tidak sempat menghindar, akan tetapi ia masih bisa menyilangkan kedua tangannya di dada. Terjadilah benturan keras, yang membuat lawan Bian itu terhuyung-huyung ke belakang hampir saja ia terdorong jatuh. Tetapi ia ternyata masih bisa menguasai tubuhnya sehingga meski dengan susah payah ia berhasil berdiri tegak kembali.

Sementara itu, Bian tidak berhenti, tangannya langsung  menyambar kepala salah satu pengeroyoknya yang lain yang berada di dekatnya. Hanya saja lawannya itu sempat menundukkan wajahnya sehingga tangan Bian hanya lewat diatas kepalanya tanpa menyentuhnya sama sekali.

“Bian, jangan ikut campur. Mundur!”

Om Dony yang melihat kedatangan Bian dan langsung masuk ke lingkaran perkelahian itu tiba-tiba saja menjadi cemas. Ia tidak terlalu mengenal Bian, sementara tiga orang yang dilawannya kini adalah orang-orang yang terhitung buas.

Tetapi Bian seolah tidak mendengar suara om Dony, ia justru dengan cepat melancarkan serangannya kini ke arah orang ke-tiga yang sedang berusaha menekan om Dony. Ia memang berhasrat untuk mengambil alih ketiga pengeroyok om Dony ini.

“Om Dony, cepat bantu kawan om Dony yang berkumis tebal itu, ia memerlukan pertolongan segera. Biarlah sementara tiga orang ini aku layani.  Aku bisa menjaga diri!”

Tanpa menunggu jawaban, tubuh Bian berkelebat dengan cepat. Tangan dan kakinya menyambar-nyambar memberikan tekanan kepada tiga orang pengeroyoknya secara bergantian. Geraknya lincah dan menimbulkan kesiur angin yang tajam yang menandakan bahwa gerak itu mengandung tenaga yang cukup besar. Sekali mengenai sasaran agaknya akan membuat lawan terjungkal!



Salam,

No comments:

BSG - BAB.V - AUP - Babak-16

BALADA SWANDARU GENI Bab V: Ajaran Untuk Pulang Babak – 16 Sebenarnyalah, malam hari itu menjadi sebuah malam yang tidak terlup...