#NulisRandom2017
JEJAK YANG TERPILIH
Om Dony – Sang Intel
Day-20
Malam sudah menunjukkan pukul 21.48, Bian dan Lukita
memutuskan untuk pulang. Mereka berjalan beriringan menuju lokasi parkir dimana
hanya tinggal beberapa mobil yang masih berjejer. Meskipun saat ini musim
panas, tetapi ketika angin berhembus agak kencang di halaman terbuka itu, mereka
masih bisa merasakan sedikit kesejukan yang mengusap kulit.
Tetapi langkah Bian tiba-tiba terhenti dan tangan kiri-nya
dengan gerak reflek memegang lengan Lukita seolah memberi isyarat agar adiknya
itu menghentikan langkahnya. Bian merasa aneh dengan keadaan tempat parkir yang
sepi dan tukang parkirnya bahkan tidak nampak. Disaat yang hampir bersamaan,
telinganya menangkap adanya suara-suara ribut dan bahkan bunyi bentakan yang
susul menyusul.
Suara itu memang hanya lamat-lamat yang menunjukkan bahwa
jarak sumber suara itu masih agak jauh dari tempat Bian dan Lukita berdiri. Hal
itu membuat Bian kemudian berlari cepat ke pinggir jalan utama sambil menggandeng
tangan adiknya. Rasa ingin tahu Bian ternyata membuatnya melangkah mendekati
sumber suara itu meskipun di saat yang sama ia juga memikirkan keselamatan
adiknya sehingga ia gandeng tangan Lukita erat-erat.
Berjarak tiga rumah dari café tempat mereka baru saja makan,
ada sebuah mini-market yang buka 24 jam dan biasanya ramai pengunjung yang
keluar masuk untuk membeli barang-barang kebutuhan rumah tangga. Di depan dan
di samping mini-market itulah suara-suara itu muncul yang bersumber dari adanya
dua lingkaran perkelahian yang terjadi dengan sengitnya.
Di lingkaran pertama, seorang pria dengan kumis tebal dan
badan yang tegap nampak sedang di keroyok oleh tiga orang. Gerak pria berkumis
ini nampak mantab dan mengandalkan tenaga-nya yang besar, ia tidak ragu untuk
menangkis atau membenturkan anggota tubuhnya menahan keroyokan lawan. Tetapi
menghadapi keroyokan tiga orang yang menyerangnya dari tiga penjuru membuat
pria berkumis tebal itu mulai kerepotan. Beberapa kali tubuhnya terlempar ke
belakang atau ke samping ketika serangan pengeroyoknya itu membadai dari segala
arah dan tak sempat di tangkisnya.
Wajah pria berkumis itu bahkan nampak berdarah akibat sebuah
hentakan tangan yang kuat mendarat di wajahnya. Dari bibirnya sudah meleleh
darah segar.
Sementara di lingkaran ke-dua, seorang bertubuh jangkung
dengan rambut panjang yang terurai hingga ke bahunya sedang menghadapi
keroyokan tiga lawannya. Pria jangkung berambut panjang itu mempunyai hidung
yang melengkung bagaikan burung betet, sementara matanya tajam bak burung
elang. Jangkauan tangan dan kakinya terlihat lebih panjang dan ini sedikit
menguntungkan dalam menghadapi keroyokan tiga lawannya.
Meskipun terdesak karena menghadapi tiga orang lawan, tetapi
kondisi pria jangkung ini masih lebih baik dibandingkan pria berkumis tebal dan
berbadan tegap di lingkaran perkelahian pertama.
“Om Dony”, - tanpa sadar Bian dan Lukita berdesis secara
bersamaan.
Mereka berdua cukup mengenal pria jangkung berambut panjang
itu sebagai tetangga Tante Werdine.
Tetapi yang membuat Bian dan Lukita kemudian juga terkejut
adalah para pengeroyok dari dua lingkaran perkelahian tersebut. Tiga
diantaranya adalah orang yang ada di café dan merupakan teman dari Rudy yang
baru saja di beri pelajaran oleh Bian.
Dua orang yang cukup umur atau berumur sekitar 35-36 tahun
sedang mengeroyok Om Dony alias pria bertubuh jangkung dan bermata elang dengan
hidung melengkung seperti hidung burung betet. Sementara seorang pemuda
seumuran dengan Rudy nampak sedang bergabung dan mengeroyok pria berkumis tebal
di lingkaran pertama.
Tanpa sadar Bian maupun Lukita justru melangkah lebih dekat.
Saat itulah mereka baru menyadari adanya dua sosok tubuh
yang terbaring di atas aspal. Sosok pertama terbaring diam sama sekali tidak
bergerak, sementara disebelahnya berjarak sekitar satu setengah meter adalah
sosok kedua yang terbaring dengan suara merintih kesakitan.
Yang membuat Bian dan Lukita lebih terperanjat lagi adalah
kenyataan bahwa sosok yang terbaring dan diam tak bergerak itu ternyata mengenakan
kaos biru. Ia tertelungkup diatas aspal sehingga wajahnya tidak kelihatan,
tetapi dari potongan rambut, bentuk tubuh dan pakaian yang dikenakan, Bian dan
Lukita dengan cepat segera mengenalinya.
“Rudy!”
Tanpa sadar mereka berdua saling berpandangan.
Dalam keadaan seperti ini pikiran Bian segera berputar
cepat.
“Om Dony adalah anggota kepolisian yang sering menyamar,
sementara Rudy dan teman-temannya ini pastilah para pengedar narkoba. Tetapi
kenapa om Dony melakukan penangkapan kalau ternyata sekarang malah ia di
keroyok?”
Tanpa berpikir panjang, Bian segera mengambil keputusan.
“Luk, tolong kamu minggir dulu”, - Bian membisiki adiknya -
,”Aku akan membantu om Dony. Tolong kamu awasi keadaan, siapa tahu masih ada
kawan-kawan mereka yang terlibat”
Lukita yang mendengar bisikan kakaknya itu segera mengangguk
dan berdiri di pinggir jalan agak menjauh.
Sementara Bian langsung melontarkan tubuhnya dan masuk ke
dalam lingkaran kedua dimana om Dony sedang melayani tiga orang lawannya.
“Om Dony, aku minta ijin gabung”, - teriak Bian sambil
melakukan serangan ke salah seorang dari tiga pengeroyok itu.
Kaki Bian menyambar lurus melakukan tendangan gejlig ke
dada. Lawannya yang terkejut tidak sempat menghindar, akan tetapi ia masih bisa
menyilangkan kedua tangannya di dada. Terjadilah benturan keras, yang membuat
lawan Bian itu terhuyung-huyung ke belakang hampir saja ia terdorong jatuh.
Tetapi ia ternyata masih bisa menguasai tubuhnya sehingga meski dengan susah
payah ia berhasil berdiri tegak kembali.
Sementara itu, Bian tidak berhenti, tangannya langsung menyambar kepala salah satu pengeroyoknya yang
lain yang berada di dekatnya. Hanya saja lawannya itu sempat menundukkan
wajahnya sehingga tangan Bian hanya lewat diatas kepalanya tanpa menyentuhnya
sama sekali.
“Bian, jangan ikut campur. Mundur!”
Om Dony yang melihat kedatangan Bian dan langsung masuk ke
lingkaran perkelahian itu tiba-tiba saja menjadi cemas. Ia tidak terlalu
mengenal Bian, sementara tiga orang yang dilawannya kini adalah orang-orang
yang terhitung buas.
Tetapi Bian seolah tidak mendengar suara om Dony, ia justru
dengan cepat melancarkan serangannya kini ke arah orang ke-tiga yang sedang
berusaha menekan om Dony. Ia memang berhasrat untuk mengambil alih ketiga
pengeroyok om Dony ini.
“Om Dony, cepat bantu kawan om Dony yang berkumis tebal itu,
ia memerlukan pertolongan segera. Biarlah sementara tiga orang ini aku
layani. Aku bisa menjaga diri!”
Tanpa menunggu jawaban, tubuh Bian berkelebat dengan cepat.
Tangan dan kakinya menyambar-nyambar memberikan tekanan kepada tiga orang
pengeroyoknya secara bergantian. Geraknya lincah dan menimbulkan kesiur angin
yang tajam yang menandakan bahwa gerak itu mengandung tenaga yang cukup besar.
Sekali mengenai sasaran agaknya akan membuat lawan terjungkal!
Salam,
No comments:
Post a Comment