Tuesday, June 13, 2017

JEJAK YANG TERPILIH - Day-14

#NulisRandom2017
JEJAK YANG TERPILIH
Salam Keajaiban
Day-14

“Luk, nanti malam kamu nginap di rumah Tante Werdine saja, besok pagi-pagi kamu bisa langsung ke kampus atau ke kantor. Aku masih belum tahu pulang jam berapa tetapi nanti pasti tak kabari. Jangan cerita apapun kepada Tante Werdine tentang kegiatanku malam ini”, - pesan Bian kepada adiknya.
Kamis malam sekitar pukul 18.30, Bian sudah terpekur dalam sebuah masjid di bilangan Surabaya utara. Ia memang sudah mengetahui dan yakin bahwa yang dimaksud masjid dengan sumur di dalamnya adalah yang sekarang di kunjunginya, karena ia sudah pernah kesini beberapa kali. Setelah mengikuti sholat Isya dan Tarawih berjamaah, Bian sengaja duduk dekat diantara dua sumur itu dan melakukan dzikir dengan khusyu’
Sesungguhnya Bian tidak tahu bagaimana caranya agar bisa menemui orang yang bernama Kiai Syukur sebagaimana yang di maksud oleh Kiai Pangupa Jiwa. Apakah ia adalah pengurus masjid ataukah imam besar di masjid ini Bian sama sekali tidak tahu. Bian hanya meyakini bahwa malam ini ia pasti akan bertemu dengan tokoh yang di sebut itu, tentang bagaimana caranya biarlah Allah yang menuntunnya.
Mata Bian terpejam dan sejenak kemudian ia tenggelam dalam dzikir yang dalam, ia telah melupakan bahwa tujuannya kesini adalah untuk mencari dan menemui seseorang. Bian tidak menghiraukan lalu-lalang para pengunjung masjid yang malam itu terlihat sangat ramai, agaknya setiap Kamis malam pengunjung masjid ini mengalami peningkatan di banding hari-hari lain.
Entah sudah berapa lama Bian duduk dalam kondisi bersila dengan punggung yang tegak, tetapi kesadarannya menangkap seseorang yang mendatanginya dan menyentuh pundaknya. Pria itu berumur sekitar paroh baya dengan wajah yang bersih dan dihiasi senyum yang menyejukkan. Ia mengenakan baju koko hitam serta berkopyah hitam sedang sarungnya berwarna merah dengan motif kotak-kotak hitam.
Ketika mengucap salam, suaranya terdengar lunak tetapi sangat jelas di telinga Bian.
“Angger Bian, marilah”, - Pria paroh baya itu menyentuh kedua telapak tangan Bian sambil melanjutkan perkataannya - ,” Di awal perkenalan kita ini, aku ingin menunjukkan sesuatu untuk menambah keyakinan angger tentang hal-hal yang bisa di pelajari dan bukan sekedar mitos. Aku ingin angger yakin bahwa kuasa Allah meliputi segala sesuatu yang bahkan di luar akal pikiran manusia. Adalah menjadi kuwajiban kita untuk senantiasa mendekat dan melaksanakan semua perintah-Nya sehingga kitapun bisa setiap saat memohon pertolongan kepada yang Maha Kuasa. Tanpa pertolongan Allah, sesungguhnya manusia adalah makhluk yang sangat lemah ngger”
Bian tidak menjawab, tetapi sentuhan di kedua telapak tangannya itu membuat udara disekelilingnya berputar cepat. Tubuhnya terasa sangat ringan dan dalam waktu sekejab ia seolah sedang membelah ruang dan waktu sehingga berpindah tempat dengan berdiri di pinggir sebuah sungai kecil, tetapi air mengalir cukup deras di permukaannya. Ia merasa mengenali area sekitar sungai ini, tetapi ia tidak bisa menyebut nama daerahnya. Bian bisa merasakan udara segar dan semilir angin malam yang mengusap porinya, begitu terasa dan nyata.
“Aku tidak berada dalam dunia angan-angan”, - desis Bian dalam hati.
Sementara pria paroh baya dengan baju koko dan kopyah berwarna hitam itu mengajaknya untuk duduk di sebuah batu yang ada di pinggir sambil menghadap ke arah sungai. Mereka duduk tanpa berbicara dan hanya menikmati desiran angin malam yang berhembus menyapa pori-pori tubuh.
Malam semakin masuk ke ujungnya, suara belalang dan beberapa binatang malam terdengar syahdu dan menghias suasana malam. Sejenak kemudian pria paroh baya itu bergeser dan menyentuh lengan Bian.
“Angger Bian, lihatlah tepat di depan kita ini. Ada sembilan ikan warna emas yang hendak menyapa dan menyambut angger dengan cara mereka sebagai salam perkenalan”, - suaranya terdengar pelan.
Bian tidak menjawab, tetapi seluruh perhatiannya kemudian terpusat pada permukaan sungai di hadapannya. Airnya mengalir cukup deras sementara ada sedikit pantulan cahaya rembulan yang membuat permukaan air itu sedikit berkilau.
Sesaat kemudian darah ditubuh Bian seolah berhenti mengalir, matanya terbelalak dan mulutnya ternganga tanpa disadarinya.
Permukaan air dihadapannya tiba-tiba saja bergerak cepat membentuk sebuah pusaran, semakin lama semakin cepat. Menyusul kemudian terbentuknya pusaran kedua di-sebelahnya dengan cara yang sama, lalu pusaran ketiga, ke empat, ke lima, ke enam, ke tujuh dan seterusnya.
Bian belum selesai menghitung jumlah pusaran yang terbentuk, ketika tiba-tiba dari pusaran pertama meloncatlah seekor ikan berwarna ke-emasan ke udara. Ikan itu besarnya sekitar setelapak tangan orang dewasa dan lompatannya ke atas setinggi kurang lebih satu setengah meter. Sisiknya terlihat berkilau dan ketika mencapai puncak ketinggian, tubuhnya meliuk dan kembali jatuh ke permukaan sungai sambil menggerakkan badannya tiada henti. Ia seakan sedang melakukan sebuah tarian dimana sambil meluncur turun tubuhnya bergerak atau bergetar dengan cepat dan sangat indah sebelum kemudian menyentuh permukaan air.
Sebelum ikan pertama menyentuh air, terjadi hal yang sama pada pusaran kedua dan kemudian meloncatlah ikan kedua yang sedikit lebih besar dibanding ikan yang pertama. Lompatannya juga sedikit lebih tinggi tetapi dengan gerak dan waktu yang mirip sebagaimana di lakukan oleh ikan pertama. Ikan kedua itu juga meliuk dan turun dengan menggerakkan atau tepatnya menggetarkan tubuhnya tiada henti, sungguh sangat memukau perasaan Bian.
Peristiwa yang kurang lebih sama kemudian terjadi dalam waktu yang berurutan terus menerus tanpa putus. Pusaran ke tiga, ke empat, kelima, ke enam dan seterusnya…..dari masing-masing pusaran melompatlah seekor ikan yang selalu lebih besar dari ikan di pusaran sebelumnya dengan lompatan yang juga lebih tinggi. Pusaran yang terakhir adalah ikan yang paling besar, paling berkilau, paling tinggi lompatannya dengan gerak liukan yang paling indah dimata Bian.
Mereka seolah berbaris berdasarkan besarnya tubuh, tingginya lompatan dan kecepatan gerak menggoyangkan atau menggetarkan tubuhnya yang menandakan indahnya sebuah tarian ikan yang sambung menyambung.
Tubuh dan perasaan Bian terasa membeku.
Salam,

No comments:

BSG - BAB.V - AUP - Babak-16

BALADA SWANDARU GENI Bab V: Ajaran Untuk Pulang Babak – 16 Sebenarnyalah, malam hari itu menjadi sebuah malam yang tidak terlup...