Terdengar sebuah benturan yang cukup keras di iringi sebuah teriakan tertahan.
Pemuda teman Rudy yang sedang sibuk menekan dan menghajar laki-laki berkumis itu tidak sempat mengelak ataupun menangkis. Tendangan miring kaki Lukita dengan telak bersarang di dada pemuda itu yang menyebabkan tubuhnya terlempar sejauh kurang lebih sekitar tiga meter. Ia roboh diatas jalanan aspal dan merintih kesakitan, tetapi agaknya daya tahan tubuhnya masih cukup baik.
Dengan tertatih-tatih ia berusaha bangkit sambil matanya memandang Lukita dengan penuh kemarahan. Ia tidak menyangka bahwa yang menyerangnya adalah seorang gadis yang dikenalnya sebagai kenalan Rudy.
Meskipun tendangan itu begitu telak, namun agaknya tenaga gadis itu tidak begitu besar sehingga ia masih mampu bertahan. Karena itu ia berniat untuk menyerang balik gadis yang meskipun terlihat menarik tetapi sangat menjengkelkan itu.
Tetapi Lukita sama sekali tidak ingin membuang waktu, melihat lawannya yang berusaha bangkit ia segera melompat mendekat dan sebuah tendangan berputar alias ‘turning kick’ dengan telak mendarat di pelipis pemuda kanan itu. Gerakan Lukita yang cepat tanpa keraguan itu sama sekali tidak memberi kesempatan pemuda itu untuk bereaksi.
Akibat tendangan di pelipis itu, tubuh pemuda itu bagaikan terputar dan kemudian terbanting di tanah dengan keras. Meskipun tidak langsung pingsan, tetapi pemuda itu hanya bisa merintih dan sulit untuk bangkit. Sekujur tubuhnya terasa sakit sementara tenaganya memang sudah terkuras habis.
“Gila, kecepatannya luar biasa”, - rintihnya dalam hati.
Melihat lawannya sudah tidak bangkit lagi, Lukita segera bergeser dan membimbing laki-laki berkumis tebal itu untuk menepi. Wajah laki-laki itu terlihat penuh darah, tubuhnya sangat lemah sementara kakinya hampir-hampir tidak mampu menopang tubuhnya lagi.
“Om, kita minggir dulu”, - Lukita mencoba menenangkan laki-laki itu.
Laki-laki berkumis tebal itu tidak menjawab, tetapi ia menuruti ajakan Lukita untuk bergeser minggir dan kemudian duduk bersandarkan tiang listrik. Ia mencoba mengatur nafasnya yang memburu.
Sementara itu hampir di saat yang bersamaan, pukulan tangan Bian dengan telak telah menghujam di dada lawannya yang sudah terlihat lemah akibat totokan tangan sebelumnya yang membuat perutnya mual. Salah satu lawannya itu langsung roboh dan merintih kesakitan. Agaknya ia sudah tidak mampu lagi melanjutkan pertarungan.
Bian sengaja tidak melancarkan serangan susulan karena lawannya yang kedua tiba-tiba saja menyerangnya dengan sebuah tendangan tinggi sambil melayang di udara. Ketika tubuh yang melayang itu sudah dalam jarak jangkau serangan, kaki pengeroyok kedua itu dengan cepat terayun dan berputar dari atas ke bawah serta mengancam kepala dan wajah Bian. Gerakannya sangat cepat dan bertenaga sangat besar.
“Ah…”
Bukan main terperanjatnya Bian dengan gerak serangan itu. Sejauh pengamatannya, lawannya ini memang yang paling tangguh di bandingkan teman-temannya yang lain. Hanya saja sepanjang pertarungan sebelumnya, Bian melihat bahwa orang ini hanya mengandalkan gerakan-gerakan tangan dan kaki mendatar yang disertai kekuatan yang besar saja.
Tak dinyana, kini ia melihat lawannya itu melancarkan serangan melalui tubuhnya yang terbang di udara sambil memutar kakinya yang tentu saja perputaran kaki itu di lambari gerak putar badan yang membuat tenaga yang tersalur menjadi besar sekali. Inilah sebuah tendangan putar di udara yang sangat di kuasai oleh orang-orang Korea.
Bian tidak berani beresiko untuk menangkis ataupun memapaki tendangan kaki itu dengan tangannya. Ia sadar akan besarnya tenaga tendangan itu dan karenanya ia tiba-tiba saja menjatuhkan tubuhnya ke aspal dan sambil berbaring ia menggelinding ke samping untuk mengambil jarak.
“Bukan main!”, - desis Bian.
Dengan cepat ia bangkit dan bersiap untuk menghadapi serangan berikutnya yang mungkin melandanya.
Melihat serangannya tidak berhasil, orang itu terdengar mengumpat keras .
”Sungguh anak muda yang tangguh”, desis orang itu dalam hati.
Ia sempat mengamati keadaan kawan-kawannya yang agaknya justru terdesak dan bahkan sudah ada yang roboh. Keadaan kini tidak menguntungkan pihaknya.
“Semakin lama pertarungan ini, maka akan mengundang anggota polisi yang lain untuk datang serta melibatkan diri”, - geramnya dalam hati.
Karena itu, tiba-tiba saja ia mengambil keputusan yang tidak di sangka-sangka oleh Bian.
Laki-laki itu dengan cepat membalikkan badannya dan berlari menjauh sambil melekatkan jari tangan kanannya ke mulut. Sejenak kemudian terdengarlah suara suitan nyaring membelah udara malam sebagai tanda bagi teman-temannya untuk melarikan diri.
Bian terkejut dengan tindakan lawan yang melarikan diri itu. Ada niatnya untuk mengejar, tetapi ia segera mengurungkannya ketika ingat akan keberadaan adiknya di pinggir arena pertarungan ini.
Sementara tubuh orang itu sendiri sudah lenyap tertutupi oleh beberapa mobil yang parkir di pinggir jalan atau bahkan mungkin ia sudah berbelok di simpang tiga yang letaknya juga tidak terlalu jauh dari lokasi pertarungan.
Salam,
No comments:
Post a Comment