Setengah berlari Lukita meninggalkan ruangan dosen menuju tempat parkir yang terletak di belakang gedung perkuliahan. Tempat parkir yang terbuka itu di tumbuhi puluhan pohon Flamboyan yang berjejer seolah berbaris membentuk lorong yang dipayungi rimbun daunnya. Bunganya yang berwarna merah berguguran di tanah yang berlapis paving stone sehingga tidak nampak kotor.
Setelah masuk dan menyalakan mesin mobil, Lukita segera menelpon kakaknya Bian.
“Halo dik..”
“Mas, aku barusan konsultasi sama dosen. Intinya, aku minta ijin agar diperbolehkan memulai bisnis sesuai peluang yang sekarang ada di depanku dan tidak harus kerja kelompok. Aku cerita tentang menjadi sales atau marketing-nya mas Bian di perusahaan Architect-Consultant dan juga kemungkinan sebagai reseller dari produk orang lain. Ini sesuai saran mas Bian kemarin seh, yang penting aku produktif dan akhirnya dosen-nya ngalah mas. Babahno wis, bisnis kopi-ku bubar!”,- suara Lukita terdengar bersemangat dan menggebu-gebu.
“Boleh?”
“Boleh, tapi aku diharuskan untuk membuat semacam forecast dan target serta menunjukkan bukti-bukti yang sah, bukan order abal-abal sekedar untuk memenuhi target doang”, - jawab Lukita.
“Bukti seperti apa?”
“Copy Kontrak, juga copy faktur pajak. Kan gak papa seh mas?”
“ Ya gak papa-lah”
“Mas, ini mobilnya tak pakai dulu, aku mau ke rumah Tante Werdine. Aku minta di ajari bikin bubur Sumenep, siapa tahu ntar bisa dijual juga. Mas Bian mau pulang jam berapa?”
“Iyalah, ini aku sama Andy masih di kantor. Ntar kalau kamu telat, aku bisa minta tolong Andy untuk anterin pulang”
“Oh, Ko Andy di kantor?”
“Iya, eh Luk, ini Andy mau ngomong?”
Bian segera menyerahkan Hp-nya ke Andy yang memang sudah sejak siang hingga menjelang sore ini berada di kantornya.
“Halo Ko Andy, apa kabar?”
“Halo Luk,….eh selain menjadi marketingnya Bian, sebenarnya aku kepingin juga dibantu untuk menjualkan alat-alat musik, sound-system maupun rencana persiapan untuk pembukaan studio musik nantinya. Sejauh ini aku belum punya partner, kira-kira kamu minat gak?”, - suara Andy terdengar penuh harap.
“Sekarang sudah jalan ta Ko?”
“Baru mulai dan sementara pakai kantor di rumah”
“Yo wis Ko Andy, ntar tak hubungi lagi ya”, - Lukita segera menutup Hp-nya.
Sementara itu Andy terlihat tersenyum kepada Bian.
“Adikmu ini penuh semangat dan mandiri Bi, beruntung kamu sebagai kakaknya”
Bian hanya mengangguk sambil tertawa kecil.
“Jadi An, melanjutkan apa yang kita bicarakan, kalau sekarang yang lebih terlihat adalah Islam dalam pengertian garis keras yang banyak melakukan terror di berbagai belahan dunia, maka bisa aku katakan itu adalah bukan ajaran Islam yang sesungguhnya. Teroris tidak identik dengan ajaran Islam, tetapi memang ada beberapa tokoh yang sengaja mengaitkannya agar memperoleh legitimasi dari umat Islam atas gerakan mereka yang sebenarnya hanyalah untuk memperoleh kekuasaan”, - Bian memaparkan pandangannya dengan cukup panjang.
“Lalu bagaimana agar kita tahu ajaran Islam yang murni Bi?”, - suara Andy terdengar serius.
“Sumber ajaran Islam ada dua, yaitu Kitab Suci Al-Qur’an dan Hadits yang telah diriwayatkan oleh pendahulu kita. Hadits adalah perkataan atau perbuatan atau anjuran yang pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW semasa beliau hidup, dan sudah diverikasi kebenarannya oleh para ulama. Karena itu ada beberapa tingkatan hadits, yaitu yang shohih, hasan, dhoif atau maudhu”
Bian berjalan menuju rak buku dan mengambil sebuah buku tebal yang di sodorkannya kepada Andy.
“An, Al-Qur’an ditulis selalu dalam bahasa aslinya, yaitu bahasa Arab. Ini untuk menjaga kemurnian ajarannya sehingga jika ada yang melenceng maka akan mudah diketahui. Di Indonesia saja ada ribuan atau bahkan puluhan ribu orang yang hafal isi kitab ini diluar kepala. Sudah tentu ada juga edisi terjemahan dalam bahasa setempat yang memungkinkan orang mempelajari isinya dengan lebih mudah dan cepat. Ini bawalah pulang dan bacalah terjemahannya”
“Bi, sebenarnya apa tujuan Islam diturunkan ke dunia?”, - tanya Andy.
“Untuk memperbaiki akhlak manusia!”,- jawab Bian cepat.
“So?”
“So, simple! Kalau orang itu bisa menjaga dan memperbaiki akhlak baik-nya terhadap sesama manusia – tidak perduli agamanya apa - maka dia adalah orang yang menjalankan ajaran Islam dengan benar. Selain akhlak, sudah tentu ada juga kewajiban lain yang harus dilakukan sebagai umat Islam, misalnya Sholat, puasa dan lain-lain yang dikenal sebagai rukun Iman dan rukun Islam. Kalau dia sudah menjalankan kedua rukun tadi, tetapi ia masih juga mengumpat, menghujat bahkan berbuat jahat kepada tetangga atau umat lain, maka bisa dipastikan bahwa ia belum paham tentang inti ajaran Islam”
Ruangan itu sejenak hening, hanya suara dengung komputer Bian yang sedang melakukan render dan terasa monoton.
“Sorry An, sekedar ingin tahu sekarang ini kamu agamanya apa?”
“Hmm…mungkin Budha atau Kong Hu Chu ya. Orangtua-ku tidak pernah membicarakannya, hanya kadang-kadang kita ke kuil dan ke kuburan untuk berdoa. Tetapi rasanya yang dilakukan orangtua-ku itu adalah tradisi, bukan agama”
“I see…”
“Bi, kalau sekarang aku belum masuk Islam tetapi aku pingin coba ikut puasa bagaimana? Tapi bukan berarti aku nanti pasti masuk Islam lho”
“Well, ya gak papa An. Sesungguhnya dalam Islam tidak ada paksaan dalam ber-agama. Meskipun kamu belum Islam, tetapi dalam puasa itu ada manfaat kesehatan yang bisa kamu peroleh sebagaimana banyak artikel yang mengulasnya”
Pembicaraan mereka masih berlanjut sambil mereka berdua keluar mencari rumah makan untuk berbuka puasa. Dimata Bian, Andy adalah seorang anak muda yang kritis dengan rasa ingin tahu yang besar. Meskipun baru saling kenal, tetapi mereka berdua bisa mengobrol panjang dengan pikiran yang terbuka untuk menerima sebuah kebenaran. Tidak ada sekat atas perbedaan suku, agama maupun ras di antara keduanya.
Salam,
No comments:
Post a Comment