#NulisRandom2017
START-UP BIZ
Day-1
Day-1
“Yak apa ini mas, bisnis-ku layu sebelum berkembang. Bahkan ini terancam bubar!”, - suara Lukita di Hp terdengar memelas.
Bian menarik nafas dalam-dalam, sambil berjalan mengelilingi ruangan ia memutar otaknya. Agak sulit baginya untuk memberi saran karena ia sendiri merasa masih miskin pengalaman dan bahkan bukan penggemar kopi yang menjadi ‘core’ bisnis adik semata wayangnya itu.
Sejak awal sebenarnya Bian sudah memperingatkan Lukita agar berhati-hati dan membuat ‘biz-planning’ yang matang terlebih dahulu sebelum terjun di dunia bisnis. Hanya saja karena ini termasuk dalam mata kuliah ‘E-2’ (Enterpreneur Biz – Semester 2), maka pelaksanaannya secara berkelompok dan tidak bisa ditunda terlalu lama.
“Lho mas, ntar kalau kelamaan mikir malah peluang ini diambil orang lain. Stella sudah pernah ikut seminar tentang bisnis oleh Motivator yang sangat terkenal itu lho…intinya nekad saja dulu, tabrak saja, kerjakan dan jalani dulu…nanti feel-nya akan dapat dan kalau ada kesalahan kita perbaiki sambil jalan”, - ungkapan Lukita yang penuh keyakinan itu kini kembali terngiang di telinga Bian.
Mata Bian tiba-tiba beralih dan menatap ”Dart-Board” yang menempel di dinding ruang kerjanya. Tangan kanan-nya terangkat kedepan setinggi dada dan ditelapak tangannya kini ia menggenggam sebatang anak panah kecil.
“Ah, virus entrepreneur itu sudah menjalar bahkan pada anak usia belasan tahun. Hanya saja secara mental Lukita dan teman-temannya masih belum siap menghadapi rintangan apalagi kegagalan. Para Motivator itu lebih banyak memberi iming-iming, mengulas peluang dan nikmatnya sebuah keberhasilan, sementara potensi kegagalan hanya di poles sekedarnya”, - Bian setengah menggerutu dalam hati.
Tangan kanannya terayun cepat dan anak panah kecil itu melesat sambil meninggalkan suara mendesis pelan akibat udara yang tersibak oleh luncurannya. Anak panah kecil yang pangkalnya diberi sedikit pemberat berupa rumbai-rumbai itu menancap di dalam lingkaran berwarna-warni yang dipenuhi angka-angka. Ujungnya terhimpit diantara dua garis lingkaran yang menjadi sasaran bidik, tepat dibawah angka 20…..double bull.
“Mas…yak opo iki?”, - suara Lukita di HP terdengar setengah berteriak.
“Sik ta lah…mikir ini. Kamu dimana dik?”
“Kampus!”
“Masih puasa?”
“Mokel mas…tadi sekitar jam 12 ternyata aku haid”
“Walahh…”
Meski hanya berbicara via telepon, tetapi Lukita bisa merasakan bahwa kakaknya itu sedikit kaget sambil menggaruk-garuk kepala seperti kebiasaannya.
“Kenapa mas?”, - tanya Lukita mengejar.
“Wis, pulang saja dulu Luk…kalau kondisi begini kamu jelas gak bisa mikir jernih. Bahkan gak akan terima semua saranku…PMS tahu!”
“Maasss… aku ini perlu saran! Ini penting dan sebentar lagi mau tak bicarakan sama te…”
“Klik”
Suara Lukita yang nyerocos terpaksa berhenti di tengah jalan, agaknya Bian sengaja memutuskan sambungan telpon itu.
Hati Lukita bertambah galau, padahal ia harus menyusun alasan agar teman-temannya bisa bertahan dengan bisnis yang baru mereka tekuni selama hampir dua bulan ini. Ia bermaksud menelpon Bian lagi sebelum kemudian HP-nya berbunyi dan sebuah pesan WA masuk dari Bian.
“Saat hati dipenuhi kegalauan, emosi ataupun kemarahan…jangan terburu-buru membuat kesimpulan apalagi keputusan! Sudah pulang saja dulu…..ini tak belikan Nasi Bebek Prapat Kurung”
Tiba-tiba Lukita merasakan ada tetesan-tetesan sejuk yang mengusap hatinya. Bian selalu tahu bagaimana mendinginkan hati dan perasaannya.
Salam,
https://www.facebook.com/pudjo.riswantoro/posts/10208758004176184
No comments:
Post a Comment