Saturday, September 16, 2017

BSG - BAB.V - AUP - Babak-14

BALADA SWANDARU GENI
Bab V: Ajaran Untuk Pulang
Babak – 14



Mata wadag dan terlebih mata hati Kiai Garda segera melihat dengan jelas lima buah bola api kemerahan yang melesat ndedeg ke atas dengan kecepatan yang sangat tinggi. Tanpa terhindarkan, lima bola api itu pasti akan membentur dinding biru berbentuk kukusan yang terdiri dari ribuan titik atau lebih tepatnya ribuan gelembung energi yang sengaja di pasang oleh Rudita.


Kiai Garda tidak dapat membayangkan betapa akan dahsyat sekali benturan yang akan terjadi. Tanpa sadar seluruh urat syarafnya menjadi tegang dan matanya tanpa kedip menatap benturan yang akan terjadi itu.


Saat itulah Kiai Garda kembali membelalakkan matanya dan benaknya benar-benar dipenuhi rasa heran dan tanda tanya yang sangat besar. Tidak seperti bayangannya, benturan itu ternyata tidak menimbulkan ledakan yang dahsyat yang diiringi pecahnya bola api kemerahan dan berhamburannya dinding rapat kebiruan. Benturan itu ternyata hanya memperdengarkan letupan pelan beberapa kali dan bola api kemerahan itu terpental baik turun ke bawah. Ini tak ubahnya sebuah bola yang dilemparkan dengan sangat keras, kemudian membentur dinding lunak yang terbuat dari bahan karet sehingga bola itu justru mental kembali. Sama sekali tidak ada suara ledakan karena benturan, juga tidak ada yang pecah berhamburan.


“Ah, sungguh mengagumkan!”, - tiba-tiba saja Kiai Garda berseru seolah-olah baru tersadarkan - ,”Itulah ilmu pertahanan dalam tataran puncak. Semua yang bersifat keras mampu di ubahnya menjadi sangat lunak sehingga benturan itu tidak terlalu berakibat fatal pada kedua belah pihak”


Akan tetapi baru saja Kiai Garda menyadari terjadinya tahapan benturan itu, tiba-tiba mereka yang berdiri ditepian sungai itu merasakan berhembusnya udara panas yang menerpa kulit tubuh mereka semua. Agaknya meskipun benturan itu tidak langsung berdampak pada kerusakan bola api maupun dinding kukusan biru itu, akan tetapi hawa panas yang ditimbulkan masih bocor dan menyebar ke seluruh area.


“Mundur, kita harus menjauh beberapa langkah ke belakang”


Kiai Garda memberi aba-aba kepada semua yang hadir disitu dan ia sendiri mengawalinya dengan mundur beberapa langkah ke belakang. Tanpa ada yang membantah mereka semua bergerak mundur bahkan dalam jarak yang cukup jauh karena udara panas itu memang menyebar dan cukup menyengat.

Sementara itu, dua orang Agung Sedayu yang masing-masing berdiri di lubang menganga bekas batang pohon beringin raksasa itu terlihat melipat kedua tangannya di depan dada atau bersedekap. Tubuhnya berdiri tegak sementara sambil menarik nafas halus, sesungguhnya kedua Agung Sedayu saat itu sedang mengetrapkan salah satu ilmu andalannya. Dengan keyakinan yang tinggi, panggraita Agung Sedayu mampu melihat bahwa kedua lubang menganga bekas pohon beringin raksasa ini merupakan jalur yang sudah sangat dikenal atau bahkan sering dilintasi oleh Yoni pusaka itu selain dasar dan permukaan kedung. Ia menduga bahwa dibawah pohon beringin ini, Resi Kali Belehan sering mengadakan semacam upacara persembahan sehingga aura yang tertangkap disekitar pohon beringin itu terasa begitu gelap dan kuat.


Karena itu Agung Sedayu mengambil keputusan cepat untuk dapat melemahkan aura Yoni tersebut. Disaat Rudita mampu menyebar dinding perangkap untuk mencegah larinya Yoni tersebut, maka Agung Sedayu segera menutup dua lubang yang memungkinkan dipakai sebagai jalur lolos. Tanpa ada keraguan sedikitpun, Agung Sedayu segera memohon perlindungan kepada Yang Maha Agung sambil melepaskan salah satu ilmu puncaknya melalui kedua matanya.


“Meskipun selama ini aku lebih banyak menyerang benda yang nampak dimata wadag, akan tetapi aku meyakini bahwa remasan Netra Dahana ini akan berdampak lebih luas jika sasarannya adalah benda-benda yang tidak nampak. Apalagi pada sesuatu yang mengeluarkan aura atau energi hitam sebagaimana Yoni pusaka ini. Paling tidak, hawa panas ini akan membakar apapun yang ada di lajur ini hingga ke dasar kedung”, - Agung Sedayu masih sempat membuat beberapa pertimbangan sebelum kemudian bertindak.


Dari kedua matanya, dua Agung Sedayu yang ada diseberang sungai dan masing-masing berdiri menghadapi lubang manganga bekas batang pohon beringin itu kini terlihat cahaya merah kekuningan yang melesat cepat masuk ke dalam lubang dan menyusuri jalur lubang itu sejauh mungkin. Akar-akar pohon yang sudah rusak itu semakin hangus dan hancur sementara kekuatan itu terus bergerak mengaduk-aduk apapun yang dilewatinya.


Demikianlah, dalam waktu yang hampir bersamaan, tiba-tiba saja udara disekitar sungai itu meningkat menjadi panas luar biasa. Panas yang muncul dari aura yoni pusaka yang memang berwarna merah kehitaman, berbenturan dengan energi gelembung biru yang meskipun hanya mempunyai sifat pertahanan akan tetapi ternyata juga memunculkan hawa panas yang tidak kalah menyengat sehingga semua yang ada di dalam bangunan berbentuk kukusan itu terasa seperti dibakar. Sedangkan ajian yang keluar dari sinar mata Agung Sedayu yang mengandung sejuta remasan sebenarnya juga beralaskan pada hawa panas yang kini tersalur dan merambat ke jalur-jalur untuk menutup kemungkinan dilewatinya Yoni pusaka tersebut.


Sekali lagi, mereka yang ada di tepian sungai itu terpaksa melangkah mundur beberapa tindak lagi untuk menghindari dan mengurangi udara panas yang meningkat dengan sangat cepat. Mata Kiai Garda masih bisa menangkap betapa permukaan air sungai itu tiba-tiba saja beriak dan bergolak dengan cepat. Terlebih permukaan air yang ada di dalam perangkap kukusan biru itu kini bergejolak dengan dahsyatnya bagaikan air mendidih. Terlihat gelembung-gelembung air yang mulai membumbung ke atas disertai asap tipis akibat udara panas yang tercipta di dalam perangkap kukusan itu.


Sementara itu lima bola api membara yang terperangkap di dalam ruang kukusan itu terlihat berputar-putar dan membentur dinding biru tak tentu arah. Agaknya bola itu tidak mampu kembali masuk ke dasar kedung karena tersumbatnya jalur yang akan dilaluinya disertai munculnya permukaan air yang tiba-tiba saja mendidih dengan cepatnya. Agung Sedayu benar-benar berhasil menyumbat jalur alternative bagi Yoni tersebut agar tidak lolos dan bahkan semakin membuat suhu air di dalam ruang kukusan itu menjadi sangat panas.


Terdengar suara meletup-letup layaknya air yang mendidih ketika dimasak dalam kuali raksasa dan kini  disertai uap putih yang naik ke udara.


“Ini tidak ubahnya bagaikan lahar buatan yang sangat cocok untuk melarung sebuah pusaka”, - tanpa sadar Kiai Garda berdesis.


Bukan main tegangnya semua yang ada di tepian sungai malam itu, disaat yang sama sebuah rasa kekaguman menyelinap dalam hati masing-masing. Swandaru yang hatinya sebenarnya sudah mulai sumeleh benar-benar lebih terbuka mata hatinya ketika melihat Agung Sedayu yang juga kakak seperguruannya itu mengerahkan puncak-puncak ilmu pamungkasnya, dan itu semua berawal dari niat untuk menyelamatkan dirinya. Bahkan Rudita yang dulu merupakan anak cengeng dan sama sekali tidak mengenal ilmu kanuragan itu kini telah berkembang menjadi pribadi yang teramat matang dengan ilmu linuwih yang tidak terjangkau nalar.


Sementara disebelah Swandaru, istrinya,  Pandan Wangi berdiri bagaikan membeku. Kekhawatiran yang sangat telah melanda hatinya, ia seolah sedang melihat dua orang yang pernah dekat dengan dirinya itu sedang berjuang mati-matian sementara ia sendiri hanya bisa terdiam tanpa bisa berbuat sesuatu. Rudita yang dulu merupakan pribadi yang cengeng dan masih mempunyai hubungan kerabat dengan keluarganya itu pernah dekat sekali dengan dirinya semasa muda. Bukan dekat dalam pengertian rasa hati yang tertaut, melainkan rasa gemas, kasihan dan bahkan rasa jengkel yang bergelora sehingga ingin rasanya waktu itu ia memberi hajaran pada pemuda cengeng itu. Akan tetapi kini Rudita justru sedang bertarung untuk kepentingan semuanya, khususnya untuk diri dan keluarganya.


Sementara yang seorang lagi merupakan laki-laki yang terkadang membuat hatinya begitu lelah. Ia pernah menggantungkan harapannya kepada laki-laki itu, ia juga pernah merasakan bahwa harapannya itu tidak akan bertepuk sebelah tangan. Akan tetapi garis kehidupan ternyata telah menuntun mereka untuk hidup dengan saling beriringan meskipun bukan sebagai pasangan hidup. Garis kehidupan ternyata telah menorehkan jalinan rasa itu di dalam hati masing-masing sehingga yang nampak adalah rasa saling mengasihi atas semua keadaan dan kebahagiaan masing-masing. Bahwa rasa yang tertaut itu tidak selalu harus diwujudkan sebagai pasangan suami-istri.

Bahwa apapun yang sedang dihadapi oleh masing-masing, maka sebenarnya mereka ikut merasakan dan berusaha untuk menghibur dan memberi penyelesaian atas masalah itu.


Tiba-tiba Pandan Wangi terperanjat dan terpaksa memotong angan-angannya ketika dilihatnya sebuah kejadian yang membuat semua mata yang hadir disitu terbelalak.


Lima buah bola api membara yang terperangkap di dalam bangunan kukusan biru itu tiba-tiba saja mengeluarkan desisan keras dan menakutkan. Agaknya suhu panas yang meningkat dengan sangat cepat itu telah membuat masing-masing bola api membara itu bergerak tidak beraturan dan berkali-kali melesat cepat dan membentur dinding-dinding kebiruan yang berupa perangkap itu. Tak pelak bola-bola api itu kembali terpental bolak-balik, lalu kembali melakukan gerakan berulang-ulang dengan suara desisan yang semakin keras.


Bangunan kukusan yang terdiri dari gelembung energi kebiruan itu terlihat mulai berguncang. Agaknya benturan-benturan dari kelima bola api membara yang secara terus menerus tiada henti itu memberi tekanan yang cukup kuat sehingga bangunan kukusan itu bergoncang semakin keras.


Bahkan pada puncaknya, mata hati Kiai Garda yang jeli segera melihat betapa telah terjadi sesuatu yang sangat mendebarkan jantung. Kelima bola api membara yang terus melayang dan berputaran membentur dinding biru itu tiba-tiba bergerak berlawanan arah beberapa kali dengan teratur. Gerakan itu kemudian tidak lagi membentur dinding melainkan hanya berputaran di dalam ruangan perangkap itu akan tetapi menimbulkan suara menderu-deru yang sedemikian dahsyat dan menakutkan. Belum lagi Kiai Garda sempat mengedipkan matanya, tiba-tiba saja kelima bola itu saling membenturkan diri sehingga menimbukan suara ledakan yang teramat dahsyat.


Bangunan raksasa biru berbentuk kukusan itu benar-benar berguncang hebat dan bahkan hampir saja pecah berkeping-keping. Benturan dari kelima bola api raksasa itu ternyata telah menyatukan energi yoni dan menimbulkan getaran raksasa yang mengguncang daerah disekitar sungai Belehan itu. Yang nampak di dalam ruangan perangkap kebiruan itu kini bukan lagi lima buah bola api yang membara, melainkan hanya sebuah akan tetapi dengan ukuran raksasa. Terlihat titik tengahnya menghitam sementara disekitarnya adalah warna membara dengan jilatan-jilatan api yang mengerikan.


Wajah Sekar Mirah terlihat pucat dengan sendirinya, sementara tanpa sadar Pandan Wangi telah memekik sambil memegang pundak kiri Gilang anaknya.



Salam,

Ries

No comments:

BSG - BAB.V - AUP - Babak-16

BALADA SWANDARU GENI Bab V: Ajaran Untuk Pulang Babak – 16 Sebenarnyalah, malam hari itu menjadi sebuah malam yang tidak terlup...