Thursday, September 14, 2017

BSG - BAB.V - AUP - Babak-12

BALADA SWANDARU GENI
Bab V: Ajaran Untuk Pulang
Babak – 12



Pandan Wangi terkejut dan sedikit bertanya-tanya dalam hati ketika Agung Sedayu memanggil namanya. Tetapi segera dibuangnya semua pikiran yang tidak pada tempatnya itu ketika dilihatnya wajah Agung Sedayu yang sedemikian bersungguh-sungguh itu sedang merangkul pundak Gilang yang memang berdiri di sebelah kiri-nya. Sementara di sebelah kanan Agung Sedayu, telah berdiri suaminya, Swandaru yang pelan-pelan kesadaran sudah mulai utuh kembali.


Segera Pandan Wangi bergabung dengan suami dan anaknya, sementara Kiai Garda sendiri juga ikut mendekat dan mendengar apa yang akan dikatakan murid tertua Kiai Gringsing itu.


Sebenarnyalah dalam waktu yang teramat singkat dan mepet, Agung Sedayu sempat berbicara dengan Kiai Garda tentang kemungkinan-kemungkinan terburuk yang mungkin akan mereka hadapi. Panggraitanya yang tajam seolah melihat adanya sebuah bahaya yang mengancam dan karena itu ia memutuskan untuk berterus terang kepada semuanya agar bersiap menghadapi apapun yang terjadi nanti.


“Adi Swandaru dan kau Wangi, tengah malam ini mungkin akan ada sebuah kejadian yang benar-benar membutuhkan perhatian kita semua. Aku memang meyakini bahwa Yoni pusaka yang ber-aura gelap itu akan segera bangkit dan mencari wadah baru untuk menyebarkan pengaruh hitamnya ke segenap manusia dan pengikutnya”, - Agung Sedayu berhenti sejenak dan sengaja menurunkan suaranya lebih perlahan seolah berbisik - ,”Adalah sama sekali diluar dugaanku bahwa Gilang agaknya akan terlibat sangat jauh dalam masalah ini. Tadinya aku mengajak Gilang dengan alasan bahwa kemampuan bidiknya yang tinggi itu akan sangat membantu kita dalam membebaskan adi Swandaru. Juga ini tentu memberi pengalaman yang sangat berharga bagi Gilang untuk masa depannya. Akan tetapi ternyata bawah kini ada sesuatu yang memerlukan perhatian kita dengan sungguh-sungguh terkait dengan keselamatan Gilang”


Dada Swandaru dan Pandan Wangi menjadi berdebar-debar, keduanya masih belum menangkap maksud perkataan Agung Sedayu. Sementara sambil menepuk pundak Gilang yang berdiri disebelahnya, Agung Sedayu itu berkata.


“Gilang, meskipun umurmu masih bocah, akan tetapi kau bukanlah anak biasa. Mungkin saja kau akan heran dengan semua kejadian yang telah dan akan kau lihat nanti, akan tetapi janganlah takut, ada kedua orangtuamu dan juga aku dan kita semua disini yang akan melindungimu”, - Agung Sedayu berhenti sebentar lalu ia menoleh kepada Kiai Garda -,”Sebaiknya Kiai saja yang menjelaskan agar semua yang ada disini bisa bersiap dan menyadari kemungkinan apa saja yang akan kita hadapi, khususnya terhadap Gilang”


Swandaru yang sedari tadi mendengar perkataan Agung Sedayu menjadi semakin berdebar-debar, bahkan kemudian keluar pula pertanyaan yang didasari oleh rasa kuatir yang besar -,“Sebenarnya ada kemungkinan apakah terhadap Gilang, Kiai?”


Kiai Garda yang diserahi tugas untuk menjelaskan situasi yang mereka hadapi terlihat menelan ludahnya terlebih dahulu sebelum mulai berbicara.


Mereka semua terlihat berkumpul mendekat terutama Ki Widura dan Sekar Mirah, sementara Agung Sedayu justru melangkah agak mundur dan berdiri di dekat Rudita yang memandang kearah permukaan tempuran sungai Belehan itu.


“Ki Swandaru dan semuanya”, - terdengar Kiai Garda memulai kalimatnya - ,”Sesungguhnya ini masih berdasarkan pengetahuanku yang dangkal dan juga berdasar panggraita yang sangat tajam dari Ki Agung Sedayu. Bahwa Yoni sebuah pusaka, biasanya ditangkap dan ditanam oleh pembuatnya yang pastilah seorang Mpu yang memiliki kemampuan sangat tinggi disertai laku ritual yang sangat rumit alias tidak gampang. Berdasarkan sifatnya, maka Mpu pembuat keris itu mampu menyesuaikan pula dengan bahan dasar dari pusaka yang mewadahi Yoni tersebut, yang biasanya terbuat dari besi murni yang sangat keras akan tetapi juga mudah dibentuk. Sekeras-kerasnya sebuah besi pilihan, akan tetapi di tangan seorang Mpu pembuat keris, ia mampu membentuk pusaka itu dengan sangat mudah. Ibaratnya, dengan mengenali sifat dasar dari bahan yang akan menjadi pusaka, lalu menyelaraskannya dengan Yoni yang akan mewadahi pusaka tersebut, maka seorang Mpu akan mampu membentuk sebilah keris dengan hanya memijat-mijat besi pilihan itu dengan jemarinya. Jadi ini tentang sifat dari bahan dasar sebilah pusaka, yaitu sesuatu yang murni alias pilihan yang juga mudah dibentuk”


Kiai Garda berhenti sebentar sebelum kemudian melanjutkan kalimatnya.


“Masalahnya sekarang adalah Mpu pembuat keris itu sudah tidak ada dan Yoni pusaka itu telah terlepas dari wadah aslinya. Ia sekarang bergentayangan mencari wadah baru yang tidak selalu sesuai dengan sifatnya karena tidak ada tahapan penyelarasan. Tidak ada yang bisa melakukan penyelarasan sifat Yoni dengan sifat wadah atau pusaka tersebut selain Mpu yang membuatnya”


Semua yang mendengar penjelasan Kiai Garda itu semakin diliputi perasaan tegang. Meskipun Kiai Garda sudah berbicara cukup panjang, akan tetapi mereka belum bisa menangkap sepenuhnya tentang penjelasan itu kaitannya dengan Gilang.


Kiai Garda yang juga memahami rasa penasaran dihati semua orang itu akhirnya berkata dengan suara yang lirih tetapi bernada berat.


“Ketahuilah, sifat-sifat untuk mewadahi Yoni sebuah pusaka itu ada semua pada Gilang. Ia masih bocah karena belum pernah menikah atau berhubungan badan dengan lawan jenis. Gilang masih sangat murni. Gilang juga mempunyai tulang yang sangat baik dan dalam usianya yang masih bocah ini ia telah memiliki kemampuan yang mengagumkan, maka Gilang adalah bocah pilihan. Yoni pusaka itu harus menemukan wadahnya sebelum fajar, dan di sekitar daerah ini tidak ada calon wadah Yoni itu yang lebih cocok selain Gilang!”


Bagi Swandaru dan Pandan Wangi, penjelasan Kiai Garda yang cukup gamblang meski diucapkan dengan suara pelan itu terdengar bagaikan petir yang menyambar di langit. Sebagai orangtua, adalah sangat menakutkan dan mengkhawatirkan ketika anak laki satu-satunya ternyata justru menjadi incaran dari sesuatu yang sangat menakutkan dan bahkan mereka sama sekali belum kenali. Bahwa sesuatu yang menakutkan itu adalah sebuah kekuatan hitam yang selama ini bersarang dan mendiami tubuh seorang yang mereka sebut Resi Kali Belehan.


“Tetapi Kiai”, - suara Swandaru terdengar terbata-bata -,”Kalau memang syarat wadah Yoni itu adalah sifat-sifat murni dari seseorang, bagaimana mungkin Yoni itu tadinya bersarang pada Resi Kali Belehan? Bukankah Resi itu sudah sangat tua dan pastilah bukan seorang perjaka”


Kiai Garda terlihat menggelengkan kepalanya dan mencoba menjawab pertanyaan Swandaru itu dengan hati-hati.


“Ki Swandaru, yang aku uraikan tadi adalah syarat dasar dan tahapan dalam penanaman sebuah Yoni kedalam wadahnya. Sudah tentu ada cara lain yang sesungguhnya sangat tidak wajar dan terkadang bahkan bersifat pemaksaan atau adanya upaya saling tawar menawar. Aku menduga, bahwa Resi Belehan yang haus akan ilmu kesaktian itu melakukan sebuah tahapan penawaran agar Yoni pusaka itu mengendap ke dalam dirinya. Bisa saja penawaran itu berbentuk sebuah tumbal atau sebuah upacara persembahan yang mengambil darah anak-anak perawan atau yang lainnya”, - Kia Garda berhenti sejenak, sebenarnya ada keinginannya untuk menanyakan hal ini kepada bekas pembantu Resi Belehan, akan tetapi ia batalkan dan melanjutkan kalimatnya -,”Hanya saja kita tidak akan membahasnya sekarang, waktu kita tidak banyak karena sebentar lagi sudah ngancik tengah malam. Kita semua harus bersiap-siap sekarang”


Kalimat Kiai Garda itu seolah-olah menjadi aba-aba bagi semua orang yang ada disitu. Tanpa sesadarnya, mereka menempatkan Gilang di tengah-tengah. Swandaru dan Pandan Wangi berdiri agak di depan Gilang, sementara  Ki Widura dan Sekar Mirah berdiri sedikit dibelakangnya.


“Gilang, aku percaya kau akan mampu melindungi dirimu sendiri. Apalagi disini banyak saudara kita yang akan membantu dan melindungimu. Bukankah potongan bambu kuning itu masih ada padamu”, - Kiai Garda mencoba menenangkan Gilang.

Tidak disangka-sangka Gilang justru tersenyum, wajahnya sama sekali tidak menampakkan rasa takut. Sambil menunjukkan potongan bambu kuning kecial ia menjawab -,”Ya paman Garda, aku sama sekali tidak takut. Potongan bambu itu juga masih ada padaku”


Kiai Garda tersenyum, sementara Swandaru dan Pandan Wangi justru sedang mengelap peluh di dahi mereka. Agak maju ke depan, ternyata Ki Sindupati dan kedua pembantu utama Resi Kali Belehan berdiri tegak dibelakang Agung Sedayu dan Rudita. Sesungguhnya mereka bertiga masih tidak tahu apa yang harus mereka lakukan, akan tetapi bahwa perkembangan yang terjadi ini mau tidak mau telah menuntun nalar mereka untuk berpikir dan menilai perkembangan yang terjadi.


Demikianlah, perapian sengaja dimatikan. Menjelang tengah malam, kegelapan semakin pekat menyelimuti tepian sungai. Anehnya angin seolah telah berhenti berhembus, binatang malam yang biasanya berisik juga berhenti sama sekali seolah mereka telah dibungkam oleh sebuah kekuatan yang membuat mulut mereka berkerut.


Suasana malam begitu mencekam, sejauh mata memandang hanya bayang-bayang hitam yang bisa mereka tangkap. Mereka mencoba melipatgandakan semua bekal yang selama ini telah mereka miliki, ajian Sapta Pandulu, Sapta Pangganda dan terutama Sapta Panggraita.


Saat itulah semua mata melihat bayangan Agung Sedayu dan Rudita melangkah maju beberapa tindak dan berhenti sekitar tiga tombak di tepian sungai, dekat dengan pusat kedung atau tempuran Kali Belehan itu. Keduanya berdiri tegak seolah merupakan dua buah patung dengan kedua tangan yang terlipat di dada masing-masing.


Malam benar-benar terasa sangat sepi, angin sama sekali tidak berhembus, rasa dingin tengah malam justru tergantikan hawa panas yang keluar dari ketegangan hati masing-masing. Mereka semua seolah sedang menyelaraskan tarikan nafas dengan detak jantung masing-masing yang terdengar cukup keras di hati dan perasaan.



Salam.

Ries

No comments:

BSG - BAB.V - AUP - Babak-16

BALADA SWANDARU GENI Bab V: Ajaran Untuk Pulang Babak – 16 Sebenarnyalah, malam hari itu menjadi sebuah malam yang tidak terlup...