Hari Minggu ini ada undangan konser musik untuk kedua anak saya yang memang tergabung dalam sebuah group-band. Dalam undangan tertera bahwa konser tersebut adalah dalam rangka pembukaan gerai computer di sebuah Plaza (yang juga sebagai penyelenggara acara). Dua hari sebelum konser (Jum’at+Sabtu) anak-anak latihan dengan semangat dan beberapa lagu telah mereka persiapkan.
Sesuai undangan, siang tadi seluruh anggota band hadir di lokasi acara pada jam yang ditentukan. Tetapi semuanya pada terbengong-bengong ketika melihat dekorasi panggung menunjukkan bahwa itu adalah untuk acara peluncuran produk kosmetik – bukan pembukaan gerai computer sesuai undangan untuk anak2 – mekipun acaranya ada di depan gerai computer. Disebelah panggung terkumpul puluhan anak2 berikut orang-tuanya yang ternyata sedang mengikuti lomba melukis/ mewarnai.
Om Rahman yang menjadi manager band jadi sibuk dan berusaha menghubungi panitia plaza untuk mencari kejelasan. Ternyata ada miskomunikasi didalam internal manajemen plaza. Antara bagian marketing dengan pelaksana acara2 internal ternyata komunikasinya tidak nyambung. Saya yang memang mengantar anak2 dan melihat suasana musical di hati anak2 jadi ikut2-an membatin; dalam sebuah orkestra, bilamana tidak ada komunikasi antara pemain gitar, bass, drum maupun keyboard maka hasilnya adalah nada-nada sumbang yang menyakitkan telinga. Terjadi disharmony dalam bermusik.
Demikian pula dalam internal manajemen suatu perusahaan yang bisa diibaratkan sebuah orkestra juga. Bilamana komunikasi tidak nyambung antar bagian yang terkait, maka terjadilah disharmony dalam operasional perusahaan. Padahal pada masa sekarang ini, bukankah servis menjadi salah satu andalan untuk menarik pelanggan? Bukankah banyak usaha yang terfokus pada ‘customer satisfaction’ sekedar untuk mempertahankan pelanggan? Bahkan kadang-kadang perusahaan terpaksa mengorbankan sedikit keuntungan dengan memberikan iming2 diskon. Semuanya untuk pelanggan!!
Lalu bagaimana mungkin usaha dan pengorbanan yang berat seperti itu terpaksa harus pupus hanya karena tidak adanya/ tidak nyambungnya komunikasi ‘internal’ diantara kita/ perusahaan? Sungguh ini patut disayangkan!!
Sementara, Om Rahman juga tidak ingin melihat anak2-nya kecewa sehingga dia minta tanggung-jawab dari manajemen terkait. Setelah berunding hampir 90 menit, disepakati bahwa konser terpaksa dialihkan tempatnya disebuah cafĂ©. Tidak lagi untuk mengisi acara pembukaan gerai computer – yang kelihatanya juga batal – melainkan sekedar memenuhi tuntutan Om Rahman dan agar anak2 tidak kecewa.
Bagi saya (dan mungkin juga bagi anak2);
- meskipun bukan pertama kali, tetapi bermain di kafe memang serasa lebih representative dan lebih nyaman, mengingat fasilitas dan sound system yang tersedia lebih baik. Anak2 bermain dengan lepas dan memperoleh makanan yang relative lebih enak. Tetapi, satu yang tetap membuat mereka kecewa adalah tidak adanya penonton (selain keluarga dan teman2 mereka), padahal mereka sudah membayangkan banyaknya penonton yang memadati panggung
- terlihat bahwa manajemen berusaha bertangungjawab untuk tidak membuat (meskipun kami bukan) pelanggan kecewa. Saya jadi ikut berhitung, berapa dana ekstra (alias kerugian) yang harus mereka keluarkan untuk menyewa kafe serta makanan untuk anak2 akibat kesalahan seperti ini. Dijaman sekarang ini sekecil apapun kesalahan itu, kerugian image sangatlah berarti sehingga harus dijaga sebaik mungkin, tetapi ternyata tidak berhenti disitu, karena memang ujung-ujungnya adalah kerugian materi juga
Kita memang perlu belajar untuk bisa lebih mendengar dan memposisikan diri dalam suatu komunitas. Agar tercipta komposisi yang indah. Agar tercipta ritme-ritme kehidupan yang harmonis dan selaras dengan tujuan dan langkah hidup kita.
Salam harmonis,
Ries
No comments:
Post a Comment