Monday, March 19, 2007

Kejelian itu...

Ada kisah yang cukup inspiratif (bagi saya) yang ditulis Khaled Hossaini dalam bukunya ‘The Kite Runner’ yang sempat jadi best seller di US itu. Inti cerita dari Amir Agha – yang notabene terpelajar dan dari keturunan ningrat – itu singkatnya mengisahkan seorang pria miskin yang menemukan cangkir ajaib. Ajaib, karena ia tahu bahwa kalau dia menangis dihadapan cangkir itu, maka air mata yang jatuh kedalam cangkir itu akan berubah menjadi butiran-butiran mutiara.
Tetapi, meskipun selalu hidup dalam kemiskinan, pria itu senantiasa bahagia dan jarang meneteskan air mata. Jadi dia berusaha menemukan berbagai cara untuk membuat dirinya bersedih sehingga airmatanya bisa membuatnya kaya. Seiring dengan bertambah tingginya tumpukan mutiara, keserakahannya-pun bertambah besar. Kisah ini berakhir dengan si pria yang duduk diatas tumpukan mutiara - dengan pisau penuh darah ditangan – menangis sejadi-jadinya diatas cangkir itu sambil memeluk tubuh istri tercintanya yang sudah tidak bernyawa lagi.
Sang Amir Agha yang bangga dengan ide cerita itu kemudian tersendak dan tidak bisa menjawab ketika ditanya oleh seorang ‘hazara’ miskin dan buta huruf; Cerita itu memang sangat mengharukan, tetapi mengapa pria itu harus membunuh istrinya? Mengapa dia harus merasa sedih untuk mengucurkan airmatanya? Bukankah lebih mudah kalau dia menghirup aroma bawang merah saja?

Sungguh, pemikiran kitapun mungkin terlalu terbawa-bawa sebagaimana ide cerita diatas. Bahwa kesuksesan atau keberhasilan itu harus dicapai dengan kerja keras dan melakukan sesuatu yang besar. Kitapun siap mengorbankan waktu, tenaga dan semua yang kita miliki (sebagai modal) agar kita bisa ‘kaya’. Untuk menjadi kaya mestinya kita punya pabrik dengan ratusan/ ribuan karyawan. Kalau kita karyawan, paling tidak kita harus menduduki jabatan yang cukup tinggi agar punya wewenang yang besar serta datangnya penghormatan karena jabatan kita itu. Mungkin juga kita harus berangkat pagi2 (atau mungkin siang) tetapi biasanya pulang larut malam (meskipun mungkin itu sekedar untuk memperluas network dengan acara2 dinner atau yang lain2). Pokoknya harus berkorban dan kerja keraslah!!

Seorang teman menyanggah, bukankah itu memang yang benar adanya dan memang harus dilakukan, lalu dimana salahnya?

Ya, sayapun sepakat bahwa itu adalah benar dan bahkan sedang saya lakukan!!

Tetapi kisah diatas mengingatkan saya akan adanya pepatah : “Work smarter not (only) harder”. Terlebih beberapa waktu yang lalu saya sempat mengorek dapur/penghasilan dari seorang penjual ‘soto ayam’ yang berjualan mulai jam 07.00 s/d 14.00. Dalam satu hari rata-rata omzet adalah 1.5 – 2 jt. Dengan asumsi net-profit sekitar 30%, maka keuntungan bersihnya minimal 13.5 jt/ bulan!! Sebagai pemilik usaha (meskipun hanya soto ayam) dia cukup mengawasi saja dan tidak harus kerja keras – apalagi berkorban!! Belum lagi kalau kita amati beberapa orang yang mengelola ‘niche’ market yang ada. Sebutlah (lagi2) Ahira – Internet Marketer - yang milyarder itu, lalu Gunawan bos-nya “Godong Ijo” yang sukses menjalankan bisnis hobbinya, ada lagi Keith Wilson dengan ‘Anything Left-Handed’ yang mengkhususkan diri untuk menjual barang2 khusus untuk orang2 kidal. Mereka memang smart dan menjalankan pekerjaan dengan santai tetapi jeli.

Kejelian tiap orang memang tidak sama, tetapi sangat mungkin untuk bisa kita tangkap sesuai dengan porsi kita. Nah, ketika kejelian itu tertangkap, masihkan kita HARUS bekerja keras?

Kejelian itu luar biasa.

Salam jeli,
ries

No comments:

BSG - BAB.V - AUP - Babak-16

BALADA SWANDARU GENI Bab V: Ajaran Untuk Pulang Babak – 16 Sebenarnyalah, malam hari itu menjadi sebuah malam yang tidak terlup...