Saturday, April 8, 2017

BSG - Sebuah Perjalanan - Babak-27

BALADA SWANDARU GENI
Sebuah Perjalanan
Babak-27

Tubuh Hantu Laut yang menebar hawa panas dan bahkan tangannya yang membara itu kini  berbenturan dengan titik-titik salju beku yang sangat keras dan teramat dingin. Akibatnya kembali terdengar suara mendesis yang keras dan panjang ketika tubuh membara itu bersentuhan dengan percikan titik-titik salju beku yang merupakan penjelmaan dari keringat Kiai Garda yang memang mengucur dengan deras. Selain menebar hawa teramat dingin, ternyata ajian yang diterapkan Kiai Garda itu mampu merubah keringat tubuhnya menjadi air membeku dan menjadi percikan-percikan yang sangat membahayakan lawan.

Agak berbeda jika sarana bertemunya hawa panas dan dingin itu adalah air dalam kolam, maka pengaruhnya adalah suhu air kolam itu akan berubah menjadi panas atau dingin sesuai hawa mana yang lebih kuat pengaruhnya. Tetapi kali ini sarana pertemuan hawa panas dan dingin membeku itu adalah di tubuh Hantu Laut, maka tak bisa dibayangkan betapa sangat berpengaruhnya kulit dan tubuh Hantu Laut itu.

Suara mendesis keras dan panjang itu muncul dari permukaan kulit Hantu Laut yang kemudian terlonjak karena terperanjat dan rasa sakit yang menyengat luar biasa.

Hantu Laut itu memang tidak mampu melapisi tubuhnya dengan ilmu kebal. Ia justru mempercayakan pada ilmu api-nya untuk selalu keluar menyerang dan selama ini tidak ada lawan yang mampu mendekatinya. Hantu Laut itu meyakini bahwa pertahanan terbaik adalah dengan menyerang.

Kini percikan air beku yang keras dan sedingin salju itu ternyata mampu menerobos dan bahkan menembus kulitnya yang membara. Sebuah tusukan-tusukan kecil yang tajam tetapi membawa rasa sakit yang luar biasa dan menembus hingga ke tulang. Bahkan ketika Hantu Laut itu sempat memperhatikan dengan seksama, dilihatnya permukaan kulit yang tersentuh percikan itu telah berlubang dan kemudian berasap  sambil meninggalkan suara mendesis berkepanjangan.

Akibat terperanjat dan menahan rasa sakit yang luar biasa itu, tubuh hantu itu sampat terlonjak-lonjak beberapa kali dan kehilangan konsentrasinya. Kejadian ini sama sekali diluar perhitungannya bahwa ada rasa dingin membeku yang sedemikian tajam dan kemudian mampu menembus perisai ilmu apinya. Hantu Laut itu lengah meski hanya beberapa kejap.

Tetapi yang sekejab itu berakibat sangat fatal, Kiai Garda yang melihat kelengahan lawannya tidak mau membuang kesempatan. Tanpa berhenti tubuhnya berputar lebih cepat seperti gasing sambil terus menebarkan percikan air dingin membeku yang begitu keras.

Sebelum Hantu Laut itu bersiap dan menyadari keadaannya, tiba-tiba ujung tangan kanannya mendapat sebuah hantaman yang keras dari samping. Hantaman tongkat Galih Wulung yang disertai tenaga besar serta berlapis udara beku itu membuat Hantu Laut tidak mampu mempertahankan keris pusakanya untuk tetap di tangannya.

Tak tertahankan lagi Kiai Djangkung Dahana itu terlontar ke udara dan kemudian jatuh ke tanah beberapa tombak dari lingkaran pertempuran itu. Saat lepas dari tangan Hantu Laut itu, ternyata pamor keris itu sudah tidak membara lagi dan kini tergeletak layaknya keris pada umumnya. Ini membuktikan betapa tingginya ilmu api Hantu Laut yang mampu membuat apapun yang dipegangnya menjadi membara.

Sementara itu Hantu Laut yang menyadari lepasnya pusaka dari tangannya itu justru telah membuat keputusan nekad. Tanpa memperdulikan rasa sakit yang menusuk-nusuk tubuhnya yang meninggalkan suara desisan panjang akibat serangan butiran beku ditubuhnya, ia segera mengerahkan seluruh tenaganya hingga ke puncak dan tiba-tiba saja tubuhnya meluncur cepat hendak menabrak dan menembus putaran gasing Kiai Garda.

Hantu itu sudah memutuskan untuk mengadu nyawa apapun yang terjadi.

Semua yang melingkari arena pertarungan itu seolah tidak sempat bernafas lagi. Mereka seolah diberi sebuah tontonan yang sangat menegangkan dan tidak pernah terbayangkan kedahsyatannya.

Kiai Garda yang melihat tindakan nekad dari lawannya itu juga tidak berniat untuk menghindar lagi. Dengan mempercayakan keselamatan dan mengucap doa kepada Yang Maha Agung, putaran tubuhnya terlihat lebih cepat sambil tangan kirinya beberapa kali terlihat melakukan tusukan dan tolakan, sementara tangan kanannya melakukan hantaman dengan tongkatnya.

Tak terhindarkan lagi, terjadilah benturan antara dua bayangan yang bergerak sangat cepat, dan menimbulkan suara teramat keras dan bergemuruh. Diantara suara benturan keras dan desisan panjang itu, menyusul kemudian suara jeritan menyayat menahan sakit yang luar biasa.

Sebenarnyalah, serangan yang melanda Hantu Laut disaat-saat terakhir itu sangatlah dahsyat dan memang tidak bisa ditahannya. Niat Hantu Laut untuk membenturkan tubuhnya dengan lawannya tidak pernah kesampaian.

Dengan tubuh yang berputar bagai gasing, Kiai Garda selalu bisa menolak serangan yang datang, dan bahkan sambil melancarkan tusukan tangan kirinya yang dilambari ajian Cunda manik. Pada saat yang sama, putaran tubuhnya yang cepat itu menghasilkan keringat yang berlimpah dan berubah menjadi percikan keras yang membeku yang menebar dan menyerang seluruh bagian tubuh hantu itu.

Hantu Laut itu bagaikan terjebak dan terikat dalam sebuah sumur sempit yang tidak memungkinkannya untuk menghindar lagi. Tubuh Kiai Garda berputar mengelilinginya dan melakukan tolakan dan tusukan yang tidak mampu lagi dihindarinya sehingga ia melolong kesakitan. Apalagi ketika sebuah hantaman keras dari tongkat Galih Wulung itu menghantam dadanya. Sebenarnyalah nyawa Hantu itu sudah melayang terlebih dahulu sebelum sebuah ayunan tangan Kiai Garda melemparkannya beberapa tombak untuk kemudian jatuh  terkapar di tanah.



Kedua bayangan itu kemudian secara hampir bersamaan terlontar mundur hampir dua tombak jauhnya. Kiai Garda terlihat masih berdiri tegak dengan nafas yang terengah-engah dan wajah yang sangat pucat. Bahkan agaknya ia tidak mampu untuk terus berdiri, perlahan-lahan kakinya tertekuk turun dan kemudian membungkuk dengan kedua tangannya menahan berat tubuhnya yang bertumpuan di tanah.

Murid Kiai Garda yang tertua segera berlari mendekati gurunya di susul adik-adiknya.

“Bagaimana keadaan Guru”,-  tanyanya dengan wajah kuatir.

“Air”, - terdengar suara Kiai Garda tanpa menjawab pertanyaan muridnya.

Muridnya yang termuda segera tanggap dan tanpa membuang waktu segera ia berlari masuk ke dapur banjar untuk mencari kendi yang biasanya berisi air minum.

Agaknya pertarungan itu cukup menguras tenaga Kiai Garda, pengerahan ajian yang memanfaatkan keringat di tubuhnya itu telah menguras cairan yang tersimpan dalam tubuhnya dengan cepat. Ajian ini memang tidak bisa diterapkan untuk jangka panjang melainkan hanya di saat-saat terakhir pertarungan.

Meskipun Kiai Garda tidak mengalami luka dalam sama sekali tetapi tubuhnya teramat letih akibat hilangnya cairan dalam tubuhnya. Hanya pada jubah yang dikenakan itu juga terlihat beberapa titik hitam yang berlubang karena hangus.

Sementara itu beberapa pengawal terlihat mendekat dan mengerumuni tubuh Hantu Laut yang tergeletak tak bergerak lagi. Ketika sudah dekat, beberapa diantara mereka terpaksa membuang wajahnya karena ngeri melihat keadaan tubuh hantu itu. Hampir di semua bagian tubuhnya yang tidak tertutupi pakaian terlihat berlubang dan melempuh merah kehitaman. Bahkan di wajahnya juga ada beberapa pagian yang berlubang dan melempuh merah kehitaman akibat terkena percikan air beku dari Kiai Garda.

Benar-benar sebuah akhir pertarungan yang mengerikan.

Demikianlah, malam sudah mendekati dini hari dan pertempuran di halaman banjar itupun telah selesai. Kiai Garda nampak sedang duduk bersila dengan tangan menyilang di dadanya, agaknya ia sedang memusatkan nalar budi-nya untuk memperbaiki kondisi tubuhnya setelah minum air beberapa teguk dari kendi yang diambilkan muridnya.

Sementara itu ternyata tubuh Swandaru Geni sudah diangkat naik dan dibaringkan di pendapa banjar.


Salam,


Bagi para sanak-kadang FB yang ketinggalan/ belum membaca seri-seri sebelumnya, silahkan bisa menikmatinya di blog sy;  http://pudjo-riswantoro.blogspot.co.id


1 comment:

widiaxa said...

Matur-nuwun, Màntap.

BSG - BAB.V - AUP - Babak-16

BALADA SWANDARU GENI Bab V: Ajaran Untuk Pulang Babak – 16 Sebenarnyalah, malam hari itu menjadi sebuah malam yang tidak terlup...