Monday, September 17, 2007

" Laskar Pelangi "

Tadi malam kami sekeluarga tidak sahur;

“Papa sih, pokoknya nanti kalau gak kuat saya mau buka waktu Dhuhur saja!” demikian si kecil menyalahkan saya dan merajuk pada pagi harinya.

Saya hanya bisa minta maaf dan benar-benar merasa salah. Gara-gara menyelesaikan bukunya Andrea Hirata tadi malam saya tidur larut. Akibatnya ketika jam 03.00 alarm HP meraung-raung, saya tetap terlena tidur atau mungkin setengah sadar saya bangun dan mematikan alarm – tetapi kemudian tidur lagi. Tanpa ingat bahwa seharusnya kita bangun untuk sholat tahajud dan kemudian menikmati makan sahur. Akhirnya, seluruh rumah puasa tanpa sahur.

Mungkin sebagian sahabat akan mencela saya dan berkata sinis; “Duh…. Ketinggalan sekali. Hari gini baru baca Laskar Pelangi?”

Ya, mau bagaimana lagi? Saya memang terlambat informasi tentang buku heboh ini. Tetapi buku tetralogi “Laskar Pelangi” ini memang sangat memukau. Jalinan kata-kata yang tersusun indah mengukuhkan bahwa tidak salah jika julukan seniman kata melekat pada diri pengarangnya. Lihatlah caranya menggambarkan situasi; begitu memikat. Terlebih penggambaran karakter dari para tokohnya begitu kuat membuat kita begitu bersimpati atas perjuangan masing-masing tokohnya.

Betapa kemiskinan tidak menjadi penghalang bagi para tokohnya untuk maju dan menggapai mimpi2-nya. Betapa dibalik kebodohan dan sifat lugu masih sering ditemukan sifat tulus setia kawan yang membuat hati ini terharu.

Sejujurnya, saya banyak tersenyum dan bahkan terpingkal-pingkal membaca novel ini. Rasa humor yang halus dipaparkan dengan jalinan situasi dan kata yang indah dan memiliki efek filosofis yang beresonansi terus menerus. Disamping itu Andrea begitu pintar membangkitkan rasa trenyuh yang membuncah pada kita; ketika melihat nasib tokohnya si Bintang dan Mahar yang akhirnya harus terdampar arah dan melupakan sekolah, terlebih ketika mengenal Harun atau memahami pengorbanan si lugu Jibron ketika menyerahkan dua “celengan kudanya” untuk sahabatnya si tokoh utama Ikal dan Arai.

Mulai dari serial pertama “Laskar Pelangi”, “Sang Pemimpi” hingga serial ketiga “Edensor” perasaan saya begitu penuh warna; senyum, tawa terpinkal-pingkal dan juga rasa trenyuh yang mengharu biru.

Hampir tidak ada bagian yang sia-sia yang dituliskan dalam ketiga buku diatas. Jalinan2 plot cerita saling sambung-menyambung dalam susunan mosaik2 yang lucu, indah, menggelitik dan mengharukan.


Buku yang bercerita tentang pendidikan, kemiskinan dan mimpi2 ini sangat menggunggah nurani. Agar memandang kemiskinan dari sudut yang lain dan menyadari bahwa bagian kecil apapun dari peristiwa yang pernah kita alami dalam kehidupan ini adalah merupakan kumpulan2 mosaik yang akan membentuk kehadiran kita disaat ini dan saat nanti.

Two tumbs up for Andrea!! Saya tidak sabar untuk membaca Maryamah Karpov ….

Banyak salam,
Ries

No comments:

BSG - BAB.V - AUP - Babak-16

BALADA SWANDARU GENI Bab V: Ajaran Untuk Pulang Babak – 16 Sebenarnyalah, malam hari itu menjadi sebuah malam yang tidak terlup...