Thursday, September 20, 2007

" Ayat-ayat Cinta "

Bulan puasa ini disamping bacaan wajib sebagai umat muslim (AQ), saya cenderung memanjakan hobby membaca novel2 sastra yang sempat saya tinggalkan karena berganti buku2 tentang bisnis, motivasi dan pengembangan diri.

Setelah menyelesaikan tiga buku tetralogi Laskar Pelangi yang luar biasa mempesona itu, kemarin lusa ‘hati saya gerimis’ ketika melahap dan menyelesaikan bukunya Habiburrahman El Shirazy, yang berjudul Ayat-Ayat Cinta.

Mungkin sebagian dari sahabat akan berkomentar bahwa saya ini terlalu melankolis; setiap baca buku selalu terkagum-kagum dan tersentuh hingga memberi pujian setinggi langit.

Duh… enggak deh.

Ini buku yang baik dan layak dibaca. Ini buku yang mengajarkan akhlak, budi pekerti dan keimanan seorang muslim dalam menghadapi belantara kehidupan sekuler di jaman sekarang ini. Buku ini tidak membosankan karena tidak menggurui dan saking mengasyikannya, saya menyelesaikannya dalam waktu kurang dari 2 malam.
Bahkan ada komentar menarik yang berbunyi: “…..sebaiknya anda jangan berumah tangga dulu sebelum membaca buku ini”

Saya tidak tahu apakah cerita ini merupakan ‘true story’ dari tokoh pengarangnya atau sekedar rekaan fiksi semata. Tetapi seandainya tokoh seperti Fachri itu ada, betapa bangga kedua orangtuannya. Betapa bangga teman2 dan sahabat dekatnya dan mestinya betapa bangga Indonesia. Terlebih seandainya tokoh seperti Aisya’ juga benar2 ada – atau bahkan banyak di bumi Islam – maka saya tidak meragukan lagi bahwa kerukunan umat akan cepat tercapai dan kejayaan Islampun hanya tinggal menunggu waktu yang tidak lama.

Sahabat2 penasaran? Cepetan... baca deh, jangan ditunda.

Kita merindukan tokoh2 dan pemimpin2 yang berakhlaqul karimah seperti Fachri.

Salam cinta,
Ries

Monday, September 17, 2007

" Laskar Pelangi "

Tadi malam kami sekeluarga tidak sahur;

“Papa sih, pokoknya nanti kalau gak kuat saya mau buka waktu Dhuhur saja!” demikian si kecil menyalahkan saya dan merajuk pada pagi harinya.

Saya hanya bisa minta maaf dan benar-benar merasa salah. Gara-gara menyelesaikan bukunya Andrea Hirata tadi malam saya tidur larut. Akibatnya ketika jam 03.00 alarm HP meraung-raung, saya tetap terlena tidur atau mungkin setengah sadar saya bangun dan mematikan alarm – tetapi kemudian tidur lagi. Tanpa ingat bahwa seharusnya kita bangun untuk sholat tahajud dan kemudian menikmati makan sahur. Akhirnya, seluruh rumah puasa tanpa sahur.

Mungkin sebagian sahabat akan mencela saya dan berkata sinis; “Duh…. Ketinggalan sekali. Hari gini baru baca Laskar Pelangi?”

Ya, mau bagaimana lagi? Saya memang terlambat informasi tentang buku heboh ini. Tetapi buku tetralogi “Laskar Pelangi” ini memang sangat memukau. Jalinan kata-kata yang tersusun indah mengukuhkan bahwa tidak salah jika julukan seniman kata melekat pada diri pengarangnya. Lihatlah caranya menggambarkan situasi; begitu memikat. Terlebih penggambaran karakter dari para tokohnya begitu kuat membuat kita begitu bersimpati atas perjuangan masing-masing tokohnya.

Betapa kemiskinan tidak menjadi penghalang bagi para tokohnya untuk maju dan menggapai mimpi2-nya. Betapa dibalik kebodohan dan sifat lugu masih sering ditemukan sifat tulus setia kawan yang membuat hati ini terharu.

Sejujurnya, saya banyak tersenyum dan bahkan terpingkal-pingkal membaca novel ini. Rasa humor yang halus dipaparkan dengan jalinan situasi dan kata yang indah dan memiliki efek filosofis yang beresonansi terus menerus. Disamping itu Andrea begitu pintar membangkitkan rasa trenyuh yang membuncah pada kita; ketika melihat nasib tokohnya si Bintang dan Mahar yang akhirnya harus terdampar arah dan melupakan sekolah, terlebih ketika mengenal Harun atau memahami pengorbanan si lugu Jibron ketika menyerahkan dua “celengan kudanya” untuk sahabatnya si tokoh utama Ikal dan Arai.

Mulai dari serial pertama “Laskar Pelangi”, “Sang Pemimpi” hingga serial ketiga “Edensor” perasaan saya begitu penuh warna; senyum, tawa terpinkal-pingkal dan juga rasa trenyuh yang mengharu biru.

Hampir tidak ada bagian yang sia-sia yang dituliskan dalam ketiga buku diatas. Jalinan2 plot cerita saling sambung-menyambung dalam susunan mosaik2 yang lucu, indah, menggelitik dan mengharukan.


Buku yang bercerita tentang pendidikan, kemiskinan dan mimpi2 ini sangat menggunggah nurani. Agar memandang kemiskinan dari sudut yang lain dan menyadari bahwa bagian kecil apapun dari peristiwa yang pernah kita alami dalam kehidupan ini adalah merupakan kumpulan2 mosaik yang akan membentuk kehadiran kita disaat ini dan saat nanti.

Two tumbs up for Andrea!! Saya tidak sabar untuk membaca Maryamah Karpov ….

Banyak salam,
Ries

BSG - BAB.V - AUP - Babak-16

BALADA SWANDARU GENI Bab V: Ajaran Untuk Pulang Babak – 16 Sebenarnyalah, malam hari itu menjadi sebuah malam yang tidak terlup...